DEMOCRAZY.ID - Utang pemerintah meningkat cukup tajam dalam dua tahun terakhir sejak munculnya Covid-19 di Indonesia pada awal tahun 2020.
Ini tercermin dari kenaikan utang lebih dari 1.000 triliun dalam jangka waktu tersebut.
Dari data Kementerian Keuangan, utang pemerintah di akhir 2019 tercatat sebesar Rp 4.778 triliun, kemudian naik drastik menjadi Rp 6.074,56 triliun di akhir 2020 dan terakhir tercatat sebesar Rp 6.908,87 triliun di akhir tahun 2021.
Hal ini pun dipertanyakan oleh anggota Komite IV DPD RI Bambang Santoso.
Ia menyakan apakah utang tersebut betul-betul digunakan untuk kebutuhan terutama untuk menangani pandemi Covid-19.
"Apakah benar utang-utang yang dilakukan oleh pemerintah benar-benar sebagai kebutuhan? Bukan sebagai keinginan?," tanyanya ke Menkeu, Senin (24/1/2022).
Menanggapi hal tersebut, bendahara ini menjelaskan bahwa utang digunakan sesuai kebutuhan.
Terutama di masa pandemi Covid-19 perekonomian Indonesia tertekan begitu dalam sehingga penerimaan negara anjlok.
Namun, di sisi lain belanja tetap dilakukan bahkan nilainya naik karena banyak yang harus dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan masyarakat korban pandemi Covid-19.
Tidak hanya dari sisi kesehatan tetapi juga ekonomi dengan memberikan insentif bagi pelaku usaha, UMKM hingga pelajar.
"Ini yang kita lakukan dan coba masukkan dalam rencana tahunan setiap tahunnya. Termasuk kita reform pendidikan, perbaiki sistem kesehatan, perbaiki bantuan sosial. Itu semua yang dilakukan supaya penggunaan resources atau sumber daya yang kita kumpulkan melalui penerimaan itu kembali kepada masyarakat," jelasnya.
Lanjutnya, semua dilakukan agar masyarakat bisa tetap selamat di tengah ancaman krisis kesehatan yang datang.
Ini juga sekaligus untuk mencegah terjadi kemiskinan yang melonjak tajam.
Semua kebijakan ini ditekankan dilakukan dengan perhitungan bersama dengan anggota dewan.
Sehingga semua yang ada termasuk utang sudah disetujui bersama antara pemerintah dan DPR RI.
"Jadi ini semua sudah dihitung. Jadi kalau kita berhitung, itu dilakukan dalam mekanisme APBN," pungkasnya. [Democrazy/rkp]