DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kabinetnya menamakan ibu kota negara baru yang terletak di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dengan nama Nusantara.
Sejarawan menilai penamaan ini tak lepas dari cara pandang Jawa sentris ala Majapahit sehingga membuat Jokowi bak Gajah Mada yang tengah memimpin Indonesia.
"Istilah Nusantara mencerminkan bias Jawa yang dominan. Nusantara adalah produk cara pandang Jawa masa Majapahit yang mendikotomi antara negara gung (kota Majapahit) dengan mancanegara (luar kota Majapahit)," kata sejarawan JJ Rizal dalam sebuah diskusi, Senin (17/1/2022).
Rizal menjelaskan, penamaan Nusantara tak sejalan dengan semangat memilih Kalimantan Timur sebagai lokasi final ibu kota baru.
Dipilihnya Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru diketahui bertujuan untuk melenyapkan ketimpangan antara Jawa dengan pulau-pulau lain di Indonesia.
Lagi pula, kata Rizal, Majapahit dulu kerap menyebut wilayah di luar kerajaan mereka sebagai Nusantara.
Ini bermakna adanya dikotomis antara Jawa dan luar Jawa, di mana peradaban Jawa dinilai lebih tinggi dibanding peradaban masyarakat luar Jawa.
"Dalam konteks Jawa, sebutan mancanegara untuk menjelaskan wilayah yang tidak beradab, kasar tidak teratur, atau sesuatu yang sebaliknya dari negara agung yang beradab dan harmonis," ungkap Rizal.
Fakta tersebut kemudian mendorong sebagian pihak untuk menyingkirkan nama Nusantara.
Rizal berkata, ini karena nama Nusantara selain dinilai terlalu Jawa sentris, juga digunakan sebagai nama wilayah bangsa dan negara yang hendak didirikan.
Sebab itu, Rizal memandang istilah Nusantara kurang tepat untuk dinobatkan sebagai nama bagi ibu kota baru.
"Pemakaian nama ibu kota baru Nusantara tidak mewakili pikiran RI yang didirikan sebagai amanat untuk setara, tetapi mewakili arogansi dan dominasi pikiran elite 'Keraton Jawa' gaya baru 2022," tegas Rizal. [Democrazy/poskota]