DEMOCRAZY.ID - Masih banyak catatan mengenai regresi demokrasi dalam konteks perancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur.
Yang paling mendasar adalah mengenai partisipasi masyarakat terkait dukungan terhadap urgensi pemindahan IKN dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, ditambah hingga kini belum ada riset nasional.
Demikian disampaikan Peneliti Klaster Politik Perkotaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi, saat menjadi narasumber dalam diskusi daring #IndonesiaLeadersTalk bertajuk "Kepindahan Ibukota vs Aspirasi Rakyat Via Pansus IKN" pada Jumat malam (18/12).
"Pertama, belum atau tidak ada survei nasional yang mendahului pemetaan dukungan publik terkait urgensi pemindahan IKN," kata Syafuan.
Walaupun sejak zaman Presiden pertama RI, Soekarno, telah dirancang cita-cita bagaimana membangun Indonesia dari Tengah, namun Syaufan memandang upaya itu harus berbasis riset dan ditinjau dari berbagai aspek.
"Kita punya lembaga riset nasional, kita punya banyak kampus. Ada baiknya kalau belum terlambat, kita membuat suatu survei nasional dan survei lokal untuk mengetahui pemetaan dukungan publik terkait urgensi pentingnya pemindahan IKN," tuturnya.
Apalagi menurut Syaufan, Indonesia hingga kini masih mengalami krisis akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada keuangan negara.
"Kita bertanya (ke publik), kapan mesti dilakukan tahun ini atau kita mengulur waktu, mencari waktu yang tepat? Lalu, bagaimana mencari apa yang diinginkan dan tidak diinginkan oleh publik? Termasuk (kepada) tuan rumah (warga) Kalimantan Timur," katanya.
Upaya survei tersebut, diterangkan Syaufan, lantaran ada asumsi publik yang menyatakan bahwa kebijakan yang baik mesti berbasis riset.
Dia pun mengaku sepakat dengan hal tersebut, apalagi ketika reformasi birokrasi itu sudah terjadi dan Indonesia sudah berada dalam arah kemajuan.
"Dimana tidak lagi KKN, otoriter, tidak lagi sentralistik. Mestinya asumsi bahwa kebijakan yang baik adalah harus berbasis riset itu sudah harus ada sebelum RUU IKN itu disusun," demikian Syafuan.
Hadir sejumlah narasumber dalam diskusi daring yang disiarkan secara live di kanal YouTube PKS TV tersebut antara lain Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Chusnul Mariyah.
Miris! Gagasan RUU IKN Tak Masukkan 'Aspek Sosial Politik dan Humaniora'
Pertimbangan sosial, politik, dan humaniora seharusnya menjadi faktor yang turut diperhatikan dalam membangun Ibu Kota Negara baru di Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, disamping aspek teknokrasi pembangunan fisik yang juga diperlukan.
Begitu kata Peneliti Klaster Politik Perkotaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi, saat menjadi narasumber dalam diskusi daring #IndonesiaLeadersTalk bertajuk "Kepindahan Ibukota vs Aspirasi Rakyat Via Pansus IKN" pada Jumat malam (18/12).
"Yang saya sedih karena ketika ada lomba sayembara gagasan desain IKN baru, juri dan kriteria unggulan siapa yang menang dari gagasan desain IKN baru itu semua adalah kaum teknokrat, teknolog, arsitek tanpa melibatkan sosial humaniora," kata Syafuan.
Atas dasar itu, Syafuan menyayangkan rencana pemindahan IKN hanya dilihat dari aspek fisik semata.
Padahal menurutnya, aspek lainnya seperti sosial, politik, hingga humaniora sedianya menjadi faktor yang penting untuk dilibatkan, dan dimasukkan dalam Rancangan Undang Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN).
"Jadi, saya sangat sedih bagaimana satu desain hanya melihat fisiknya tidak jiwanya, tidak budayanya, tidak sosial humanioranya," sesalnya.
"Dari desain sayembara saja saya menduga ini terlalu banyak muatan teknokrasi, teknisnya, tapi kurang pertimbangan sosial, politik, budaya. Itu kekecewaan saya," demikian Syafuan.
Hadir narasumber lain dalam diskusi daring yang disiarkan secara live di kanal YouTube PKS TV tersebut, antara lain Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Chusnul Mariyah. [Democrazy/rmol]
[VIDEO]: