DEMOCRAZY.ID - Anggota Komisi V Hamid Noor Yasin memandang bahwa pemindahan Ibukota Negara ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tergesa-gesa. Dan bukan menjadi situasi urgensi saat ini.
RUU IKN diketahui sejak awal sudah menuai polemik. Sejak dibentuknya Panitia khusus (Pansus), telah melanggar Tata Tertib (Tartib) DPR RI No.1 Tahun 2020.
Dengan anggota Pansus melebihi kapasitas maksimal 56 anggota dari yang seharusnya hanya berjumlah 30 anggota.
“Pemindahan Ibukota terkesan terburu-buru. Baru langkah awal saja sudah melanggar tartib, sudah menuai polemik, kedepannya bisa saja menimbulkan cacat hukum dan menuai gugatan,” kata Hamid dikutip Sabtu, 18 Desember 2021.
Diketahui bahwa pembiayaan Ibukota baru akan membutuhkan dana sebesar Rp466 Triliun dan akan memangkas 19 persen dari dana APBN. Serta sumber dana lain seperti investasi swasta.
Di sisi lain, timbul kekhawatiran lain dimana utang pemerintah saat ini yang terus membengkak sekitar Rp6.000 Triliun.
“Sejak awal PKS memandang bahwa pemindahan Ibukota dirasa belum penting dalam kondisi saat ini. Terlebih pada saat kondisi Pandemi COVID-19 yang belum selesai, APBN, utang pemerintah yang terus membengkak, serta Jakarta yang dinilai masih layak,” ucap politikus PKS tersebut.
Anggota Komisi V tersebut juga menyampaikan bahwa pemindahan Ibukota negara ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur akan menimbulkan risiko terhadap lingkungan hidup.
“Pemindahan Ibukota ke Kalimantan yang dikenal sebagai paru-paru dunia, berpotensi menimbulkan permasalahan terkait dengan keanekaragaman hayati, makhluk hidup, serta suku dan budaya,” ujar Hamid.
Ia berharap kepada masyarakat, akademisi, dan praktisi untuk terus memantau RUU IKN.
Pihaknya bersedia menerima masukan sebanyak-banyaknya.
Yang nantinya akan disuarakan dalam Pansus dan Panja dalam memberikan kontribusi terbaik melahirkan UU IKN. [Democrazy/FIN]