DEMOCRAZY.ID - Isu jebakan utang China sedang menjadi perbincangan hangat. Sejumlah negara menjadi korban, terperangkap tidak bisa membayar utang dari Negeri Tirai Bambu sehingga harus menyerahkan aset.
Sebuah penelitian menyebut bahwa program pendanaan China, Belt and Road Initiative (BRI), memang berpotensi menjerat negara-negara berkembang dengan utang 'tersembunyi'. Bahkan nilanya ratusan miliar dolar AS.
Uganda menjadi salah satu 'korban' terbaru yang dilaporkan tersandung 'jebakan' utang China.
Bulan lalu, negara ini gagal membayar utang (default) kepada China sebesar US$ 200 juta.
Akibatnya, salah satu negara di Afrika Timur ini terancam kehilangan Bandara Internasional Entebbe.
Padahal itu satu-satunya bandara internasional yang menangani lebih dari 1,9 juta penumpang per tahun.
Tidak hanya Uganda, Kepulauan Solomon juga digadang-gadang masuk perangkat utang China.
Pada September lalu, parlemen Kepulauan Solomon mengungkapkan Beijing bersedia memberikan 'bantuan' senilai US$ 8,5 juta jika Kepulauan Solomon memutuskan hubungan dengan Taiwan.
"Ekspansi China ke wilayah Pasifik membuat banyak negara terperangkap dalam jebakan utang. Infrastruktur megah yang dijanjikan China harus dibayar dengan kedaulatan," tutur Joanne Ou, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan, dikutip dari Reuters.
Lalu bagaimana dengan RI?
Beruntung utang dari China belum mendominasi Indonesia. Mengutip data Utang Luar Negeri (ULN) keluaran Bank Indonesia (BI) per Oktober 2021, outstanding utang dari China adalah US$ 20,87 miliar.
China menduduki peringkat keempat negara kreditur Indonesia setelah Singapura (US$ 63,72 miliar), Amerika Serikat (US$ 30,61 miliar), dan Jepang (US$ 27,89 miliar).
Menurut mata uang, ULN berdenominasi yuan China pun sangat minim. Per Oktober 2021 nilainya adalah US$ 85 juta. Bandingkan dengan ULN dalam dolar AS yang bernilai US$ 91,26 miliar.
Tetapi menurut data tim riset CNBC Indonesia, laju pertumbuhan utang dari China memang tinggi.
Dibandingkan dengan Oktober 2020 (year-on-year/yoy), ULN dari China naik 0,81%.
Dalam periode yang sama, ULN dari Singapura turun 8,09% dan dari Jepang berkurang 1,12%.
Secara umum, total ULN Indonesia per akhir Oktober 2021 adalah US$ 422,3 miliar.
Dengan asumsi US$ 1 dibanderol Rp 14.346 seperti kurs tengah Bank Indonesia (BI) 13 Desember 2021, angka itu setara dengan Rp 6.058,31 triliun.
Meski masih melampaui Rp 6.000 triliun, ULN turun dibandingkan September 2021. Kala itu, ULN tercatat US$ 423,8 miliar (Rp 6.079,83 triliun).
"Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan posisi ULN Pemerintah dan sektor swasta. Secara tahunan, posisi ULN Oktober 2021 tumbuh 2,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ULN bulan sebelumnya sebesar 3,8% (yoy)," sebut keterangan tertulis BI, Selasa (14/12/2021). [Democrazy/cnbc]