DEMOCRAZY.ID - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengingatkan masyarakat untuk tak punya mentalitas 'emoh utang ogah bayar pajak' alias anti ambil utang tapi juga enggan bayar pajak.
Menurut dia, sah-sah saja mengkritik utang pemerintah yang terus bertambah.
Tapi, ia menilai persoalan utang harus dilihat dari dua sisi.
Yustinus menyebut utang pemerintah memang bertambah.
Tapi pertumbuhan utang juga mengikuti peningkatan aset yang jumlahnya setara Rp11 ribu triliun atau dua kali lipat dari total utang.
Sebagai informasi berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri RI per Agustus 2021 lalu tembus US$423,5 miliar atau Rp5.957 triliun (kurs Rp14.066 per dolar AS) pada Agustus 2021 kemarin atau tumbuh 2,7 persen secara year on year (yoy).
"Mentalitas emoh utang ogah bayar pajak itu tidak benar. Kita mengkritik pemerintah utang nambah tapi seolah-olah statis hidup ini. Loh ya utang kita membesar karena aset pemerintah membesar," tuturnya pada Media Gathering DJP di Denpasar, Bali, Rabu (3/11).
Secara sederhana, asal pembiayaan belanja negara berasal dari dua sumber, yaitu pemungutan pajak sebagai penerimaan negara dan penarikan utang.
Karena itu, ia menyebut bila enggan pemerintah mengambil utang, maka masyarakat harus mau membayar pajak agar utang tak terus bertambah.
"Sekarang boleh saja mengkritisi soal utang tapi jangan emoh bayar pajak, kalau ga ngutang konsekuensinya bayar pajak," imbuhnya.
Ia mengingatkan masyarakat untuk bijak mengkritik. Ia mengaku secara pribadi tak suka melihat utang hanya pada rezim tertentu seolah utang bermuara oleh satu presiden.
Yustinus kemudian mencontohkan penarikan utang dari lelang Surat Utang Negara (SUN) bertenor 10 tahun di era Presiden SBY bakal dibayar oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan berlaku sama dengan utang yang ditarik oleh pemerintahan Kabinet Jokowi kini.
Oleh karena itu, ia menilai masyarakat seharusnya melihat tumpukan utang pemerintah tidak hanya pada satu periode saja tapi secara kumulatif dari pemerintahan sebelum-sebelumnya.
Dalam mengatasi permasalahan perpajakan, ia menyatakan ada dua sistem pajak yang mestinya menjadi fondasi sistem pajak Indonesia, yakni otoritas yang akuntabel dan kredibel serta kesadaran atau sukarela Wajib Pajak (WP) membayar kewajibannya.
"Ini pentingnya kita membangun dua kaki sistem pajak," tutupnya. [Democrazy/cnn]