DEMOCRAZY.ID - Pengamat Kebijakan Publik Said Didu menyebut pemerintahan Presiden Jokowi saat ini mengingatkan saat Soeharto mengundurkan diri dikarenakan maraknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang terjadi hampir 24 tahun lalu.
"Harapan saya itu akan berubah menjadi baik, malah menurut saya KKN itu beranak pinak menjadi kodok," ungkap Said Didu di Channel Youtube MSD, Sabtu 6 November 2021.
Lebih lanjut, Said Didu menjelaskan yang dimaksud kodok itu adalah singkatan dari korupsi, oligarki, dinasti, otoritarian dan koncoisme.
"Itu yang terjadi sekarang, nah korupsi kita sudah pahamlah, selain melebar, meluas meningkat hingga membesar," kata Said Didu.
Bahkan, kata Said Didu, korupsi ini seakan-akan bukan lagi pekerjaan yang tidak haram lagi.
"Kemudian oligarki, sudah jelas sekali. Mulai dari Bupati, Lurah, Gubernur sampai kepada partai-partai kepada pimpinan tinggi negara sudah terjadi oligarki," ujarnya.
Menurut Said Didu, di era Soeharto dulu 29 tahun berkuasa lalu anaknya menjadi menteri. Itupun, beberapa bulan, kata Said Didu langsung jatuh.
"Menteri itu yaitu Ibu Tutut sebagai Menteri Sosial. Jadi nepotismenya menunggu lama sekali dan baru terjadi dan kemudian dia jatuh," ungkap Said Didu.
Bahkan, kata Said Didu, bisa terlihat Gubernur dan Bupati tidak seperti sekarang yaitu suaminya habis masa jabatan dua kali, dilanjutkan oleh istrinya.
"Atau bapaknya selesai jabatannya, anaknya maju dan menang juga, nah itulah dinasti," kata Said Didu.
Selanjutnya, kata Said Didu, oligarki puncaknya adalah kasus PCR. Menurutnya, oligarki saat ini berbalut nepotisme.
"Nepotisme itu pengusaha diluar rumah di paviliun tinggalnya, menunggu kebijakan pemerintah. Kalau oligarki itu pengusaha ada di dalam rumah dan juru masaknya penguasa," ungkap Said Didu.
Menurut Said Didu itulah bedanya perumpamaan oligarki dan nepotisme. Kemudian dinasti sudah jelas faktanya banyak sekali orang ditangkap.
"Yang kedua, pemerintah memelihara buzzer untuk menghujat dan memaki-maki yang mengkritik pemerintah," kata Said Didu.
Bahkan, istilah Said Didu saat ini pada era Soeharto memiliki Juru Bicara (Jubir), tapi sekarang juru maki-maki istana (Jukis).
"Dan setiap orang yang mengkritik itu dimaki-maki dengan istilah macam-macam," sindir Said Didu. [Democrazy/pk-ry]