Oleh Marwan Batubara
DIRJEN Minerba Ridwan Djamaluddin dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VII DPR RI pada 11 November 2021 mengatakan bahwa jumlah tenaga kerja di sektor mineral dan batubara (minerba) mencapai 23.587 orang.
Menurut Ridwan, dari jumlah tersebut terdapat 3.121 orang tenaga kerja asing (TKA). Khusus pada industri nikel, terserap 21.681 orang tenaga kerja Indonesia, dan 3.054 orang TKA asing.
Ridwan juga mengatakan pengaturan penggunaan TKA setidaknya ada dalam tiga regulasi, yaitu UU No.3/2020 tentang Minerba, PP No.96/2021 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan dan Permen ESDM No.25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Minerba. Disebutkan, penyerapan TKA hanya dapat dilakukan jika tidak terdapat tenaga kerja lokal atau nasional yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan.
Badan usaha dapat menggunakan TKA dalam rangka alih teknologi dan/atau alih keahlian, syarat pendidikan minimal strata 1, sertifikat keahlian, pengalaman kerja 10–15 tahun, masa kerja maksimal 5 tahun, dan usia maksimal 55 tahun.
Penjelasan Ridwan pada RDPU di atas tidak benar. Ridwan telah membohongi wakil rakyat/DPR. Fakta di lapangan menunjukkan jumlah TKA China pada industri nikel nasional jauh lebih tinggi dari sekedar 3.054 orang.
Berdasarkan penjelasan sumber terpercaya dan berita di banyak media, IRESS mendapatkan bahwa jumlah TKA China yang bekerja pada industri nikel lebih dari 80.000 orang. Puluhan ribu TKA China ini bekerja pada puluhan tambang dan smelter nikel yang tersebar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Ridwan juga berbohong tentang kualifikasi TKA. Faktanya, banyak investor smelter yang mayoritas pekerjanya adalah TKA China berkualifikasi rendah, lulusan setingkat SD/SMP. Padahal, jangankan lulusan setingkat SMP, tenaga kerja setingkat SMA dan D3/S1 pun tersedia melimpah di wilayah-wilayah sekitar smelter maupun secara nasional.
Ridwan harus menjelaskan alih teknologi atau alih keahlian jenis pekerjaan apa yang akan dilakukan, sampai-sampai “pekerja primitif” Indonesia harus belajar dari puluhan ribuan TKA China lulusan SD/SMP!
Pada Mei 2021 IRESS terlibat pelaporan kasus TKA China smelter Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan Obsidian Stainless Steel (OSS) ke DPR RI. VDNI mempekerjakan sekitar 2000 TKA lulusan SD 8%, SMP 39% dan SMA 44%.
Lulusan D3/S1 hanya 2% dan berlisensi khusus 7%. Kondisi lebih parah terjadi pada smelter OSS yang mempekerjakan TKA lulusan SD 23%, SMP 31% dan SMA 25%.
Lulusan D3/S1 17% dan TKA berlisensi khusus 4%. Ditemukan, hanya 1 dari 608 orang (0,1%) TKA di VDNI dan 23 dari 1167 orang TKA di OSS yang memiliki pengalaman diatas 5 tahun sesuai persyaratan yang disebut Ridwan!
Ternyata, meskipun hanya lulusan SD/SMP, gaji TKA China jauh lebih besar dibanding gaji pekerja pribumi. Pada smelter VDNI, persebaran gaji bulanan sekitar 27% TKA menerima Rp 15 juta – Rp 20 juta; 47% menerima Rp 21 juta – Rp 25 juta; 16% menerima Rp 26 juta – Rp 30 juta; 5% menerima Rp 31 juta – Rp 35 juta, dan 4% menerima 36 juta – Rp 40 juta. Hal hampir sama terjadi pada smelter OSS. Mayoritas TKA lulusan SD, SMP dan SMA. Namun memperoleh gaji BESAR dengan sebaran antara Rp 15 juta hingga Rp 35 juta.
Untuk jenis pekerjaan yang sama, gaji perkerja pribumi lulusan SD-SMA hanya berkisar antara Rp 4 juta hingga Rp 5 juta! Nasib pekerja pribumi pada smelter-smelter milik China dan konglomerat oligarkis memang tragis.
Sudahlah kesempatan kerjanya dibatasi atau dirampok TKA China, gajinya pun umumnya super rendah dibanding gaji TKA China! Hal ini jelas mengusik rasa keadilan, sekaligus menghina rakyat Indonesia. Kita terjajah di negeri sendiri, disebabkan kebijakan oknum pejabat yang jadi jongos asing sambil menghisap rakyat sendiri!
Ternyata sebagian besar TKA China menggunakan visa 212, yaitu visa kunjungan. Padahal, agar boleh bekerja, TKA harus mendapat visa 312. Namun hal ini sengaja dihindari karena harus memenuhi syarat skill, waktu, biaya dan pajak.
Para pemberi kerja, lembaga & pejabat pemerintah terkakit, dan para TKA sengaja menghindari penggunaan visa 312. Visa kunjungan telah disalah-gunakan untuk berkeja bertahun-tahun! Karena ada puluhan smelter China, maka ada puluhan atau ratusan ribu TKA China bekerja secara ilegal di Indonesia.
Rekayasa dan konspirasi terkait TKA China ilegal ini jelas pelanggaran hukum serius. Karena menyangkut investasi miliaran US$, maka tidak mungkin para investor China dan para taipan tidak paham persyaratan yang harus dipenuhi.
Berarti, mereka telah dengan sengaja merekayasa, memanipulasi, dan bekerjasama dengan oknum-oknum pejabat negara yang memiliki “power besar” guna melancarkan kejahatan sistemik ini. Para investor, taipan dan pejabat pemerintah terkait harus digugat atas pelanggaran hukum tersebut!
IRESS juga menemukan pembayaran gaji para TKA China oleh investor dilakukan di negara China. Dana dari gaji tersebut tidak beredar di Indonesia. Uang yang masuk Indonesia sangat minim. Hal ini jelas merugikan ekonomi nasional dan daerah yang berharap perputaran ekonomi, peningkatan PDRB dan nilai tambah.
Dengan modus ini, maka negara kehilangan penerimaan pajak, visa kerja, dan Dana Kompensasi Penggunaan TKA (DKPTKA) dari puluhan ribu TKA China (asumsi 30 smelter @2000 orang) minimal Rp 2,5 triliun per tahun.
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) mengatakan TKA China perlu didatangkan karena tenaga kerja lokal tidak memenuhi syarat.
Kata LBP: “Kita lihat banyak daerah-daerah (penghasil) mineral kita pendidikannya tidak ada yang bagus. Jadi kalau banyak yang berteriak tidak pakai (tenaga kerja) kita, lah penduduk lokalnya saja pendidikannya enggak ada yang bagus. Misalnya saja matematika rendah” (15/9/2020).
Profil TKA China yang diuraikan di atas menunjukkan pernyataan LBP ini omong kosong besar! Tampaknya ungkapan Menko LBP ini menjadi dasar mengapa Ridwan berbohong pada DPR dan rakyat.
Menilik fakta-fakta di atas, jelas Dirtjen Minerba Ridwan Djamaluddin sengaja menyembunyikan jumlah TKA China yang sebenarnya bekerja pada industri nikel nasional. Namun karena bersifat konspiratif dan sistemik, bukan cuma Ridwan saja yang terlibat.
Rakyat harus segera menggugat Ridwan dan pejabat negara terkait, termasuk yang bekerjasama dengan investor China dan para konglomerat, yang telah melakukan kebohongan, manipulasi dan terlibat mempekerjakan TKA China secara ilegal dan melanggar banyak aturan di Indonesia. Konspirasi sistemik ini telah merendahkan martabat bangsa, merampas hak pekerja pribumi bekerja di negeri sendiri, sekaligus merugikan penerimaan negara.
*) Direktur Eksekutif IRESS