By M Rizal Fadillah
Risma Menteri Sosial yang emosional wek wek ke mana-mana, memimpin dengan manajemen marah-marah sehingga menimbulkan kritik tajam. Tak pantas menjadi Menteri Sosial dengan modal jiwa a-sosial. Akting sinetron sapu-sapu bagai model teladan jadi bahan tertawaan. Malah menjadi pertanyaan akan kondisi kesehatan.
Yaqut Menteri Agama terus bikin gaduh kepada umat beragama. Beragama Islam tetapi mengganggu ketenangan umat Islam. Dari rencana afirmasi Syi’ah dan Ahmadiyah, do’a semua agama, pengakuan agama Baha’i, hingga Kemenag hanya untuk NU dan menggandeng Kyai sesat ke Mabes Polri, umat resah dan mengkritik habis. Menteri Agama tak faham bagaimana mengayomi umat beragama. Premanisme dibawa ke ruang Kementerian.
Nadiem Makarim pengusaha ojek online yang dikatrol jadi Menteri Pendidikan ternyata tidak menunjukkan kualitas Menteri terdidik. Dunia akademik diacak-acak. Tanpa makna kampus merdeka, liberalisasi dengan membuat road map menjauhi agama, dan terakhir membuat aturan yang membuka peluang seks bebas dan proteksi LGBT di Perguruan Tinggi.
Nadiem menjadi Menteri Pendidikan yang dipaksakan untuk memenuhi mau-maunya Jokowi. Awal dianggap banyak potensi, namun prakteknya impotensi. Dunia pendidikan tampaknya bukan bidangnya. Bobot akademis tidak menunjang.
Menteri BUMN Erick Thohir pengusaha yang membangkrutkan banyak BUMN. Karya BUMN dijual-jual meski atas nama perintah. Negara dijadikan lapak usaha. Terendus usaha pribadi masuk di Kementrian yang dipimpinnya.
Meski dibantah, namun rakyat tidak percaya. Di era pandemi yang menyengsarakan rakyat, sempat-sempat mencari keuntungan berbisnis kesehatan. Konon bersama Menteri lain, Luhut Binsar Panjaitan.
Nah Luhut lebih seru dan payah, Menteri segala Menteri ini diduga orang terkuat di belakang Presiden. Berjibun jabatan dipercayakan kepadanya. Bagai telah menerima “Super Semar” untuk menjalankan roda pemerintahan.
Menko Investasi berujung jeblok investasi, Menko Maritim membentangkan jalur maritim buat negeri lain. Menko China-Indonesia yang menjadi Komandan penanganan pandemi ini dituduh masuk ke bisnis pandemi. Menteri yang sekaligus pengusaha memang dekat dekat dengan bisnis haram berbasis KKN.
Hampir semua Menteri Jokowi tidak berprestasi bahkan bermasalah. Menteri Keuangan menjadi Menteri Perhutangan, Menteri Perdagangan menjadi Menteri Pengimporan, Menteri Mendes PDDT tidak menyejahterakan Desa malah diduga jual beli jabatan Kemendes PDDT. Jokowi salah memilih atau memang tidak bisa memilih. Oligarkhi faktanya menjadi pengendali dari kekuasaan.
Desakan rakyat agar Menteri mundur atau dimundurkan mesti disikapi Presiden. Presiden harus bermusyawarah dengan oligarkhinya yang dipastikan susah atau serba salah. Menteri mundur berefek domino, Menteri dimundurkan memunculkan perlawanan. Gonjang-ganjing di Kabinet Jokowi akan semakin kuat.
Memang yang terbaik sebagai solusi adalah Presiden yang mundur sehingga dapat ditata secara menyeluruh pemerintahan. Kembali ke relnya yang telah jauh melenceng. Jokowi yang bertahan hanya melanggengkan kebangkrutan, korupsi, bahkan penggerusan Ideologi dan Konstitusi.
Ulah para Menteri membuka peluang kepada Jokowi untuk lebih cepat tumbang. Jalan semakin terseok-seok dan berat bertahan hingga akhir masa jabatan.
*) Analis Politik dan Kebangsaan