AGAMA HUKUM

Sindir Cara Jokowi Selesaikan Kasus Sentimen Agama, Muhammadiyah: Terkesan Politis, Banyak Tak Tuntas!

DEMOCRAZY.ID
Oktober 19, 2021
0 Komentar
Beranda
AGAMA
HUKUM
Sindir Cara Jokowi Selesaikan Kasus Sentimen Agama, Muhammadiyah: Terkesan Politis, Banyak Tak Tuntas!

Sindir Cara Jokowi Selesaikan Kasus Sentimen Agama, Muhammadiyah: Terkesan Politis, Banyak Tak Tuntas!

DEMOCRAZY.ID - Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengkritik cara pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam menyelesaikan kasus-kasus yang memiliki sentimen agama.


Kritik itu dilontarkannya dalam diskusi virtual memperingati 2 tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin yang ditayangkan kanal Youtube Moya Institute pada 19 Oktober 2021.


"Beberapa kasus penyelesaiannya tidak tuntas. Terkesan penyelesaiannya itu lebih banyak penyelesaian politis daripada penyelesaian hukum," kata Abdul Mu'ti.


Meski begitu, kata Abdul Mu'ti, penyelesaian secara hukum memang bisa memberikan kepastian secara hukum namun tetap tidak bisa menyelesaikan akar masalah secara substansial.


Abdul Mu'ti memberikan contoh ketika pemerintahan Jokowi membubarkan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).


"Apakah dengan dibubarkannya FPI dan HTI, kegiatan 2 kelompok ini berhenti? Kan ternyata tidak," kata Abdul Mu'ti.


"Malah saya melihat realitas yang sebaliknya ketika saya ikuti berbagai pernyataan di media dan diskusi di ruang publik, 2 kelompok itu masih tetap aktif melakukan berbagai kegiatannya, bahkan kemudian mendapatkan simpati masyarakat," ucap Abdul Mu'ti menambahkan.


Abdul Mu'ti menawarkan solusi agar permasalahan keagamaan sebaiknya diselesaikan dengan cara musyawarah.


"Penyelesaian secara permusyawaratan, kekeluargaan, itu saya kira bisa jadi jalan keluar untuk mengatasi berbagai macam persoalan keagamaan," kata Abdul Mu'ti.


Abdul Mu'ti juga menyoroti bagaimana segregasi keagamaan sangat terasa pada era Jokowi.


"Dari zaman Pak Harto sampai sekarang, isu keagamaan yang ditampilkan ke publik dengan begitu segregatif, itu mungkin baru terjadi sekarang ini."


"Itu pula yang menjadi sebab kenapa pada Pilpres 2019, nuansa keagamaannya itu lebih kuat dibanding Pilpres 2014," sebut Abdul Mu'ti. [Democrazy/pk-ry]

Penulis blog