DEMOCRAZY.ID - Kabar mengenai kepastian sosok Panglima TNI baru pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto masih tak menentu hingga saat ini.
Pengamat politik Rocky Gerung turut angkat bicara mengenai kepastian sosok Panglima TNI baru yang masih tak menentu sampai sekarang.
Rocky Gerung mengatakan, kondisi saat ini menunjukkan indikasi buruk di tengah upaya untuk meyakinkan publik terkait profesionalisme TNI.
"Justru di hari ulang tahun TNI, TNI samar-samar siapa yang bakal jadi panglima, karena tetap ini transaksi politiknya belum selesai kan? Keadaan semacam ini sangat buruk sebetulnya di dalam upaya kita untuk percaya apa yang disebut profesionalisme di dalam TNI," kata Rocky Gerung sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Rabu, 6 Oktober 2021.
Rocky Gerung mengatakan, keputusan untuk menentukan sosok Panglima TNI baru pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto harus sudah ditetapkan sejak enam bulan yang lalu.
Meski keputusan tertinggi untuk mengangkat Panglima TNI ada di tangan presiden, namun presiden hanyalah simbol saja khususnya saat prosesi serah terima jabatan.
"Harusnya hal yang udah enam bulan lalu selesai diputuskan, dijajaki, segala macem, kan ini urusan internal TNI. Memang presiden adalah panglima tertinggi, tapi itu kan simbol aja," ujarnya.
Rocky Gerung menilai, hal buruk akan terjadi dalam jangka panjang setidaknya hingga lima tahun ke depan apabila presiden harus menunggu bisikan dari pihak lain untuk menentukan sosok Panglima TNI baru.
"Nah kalau misalnya presiden menunggu bisikan siapa yang mesti jadi, itu efeknya lima tahun ke depan hal yang sama akan berlangsung," katanya.
Rocky Gerung mengatakan bahwa tak seharusnya terjadi kasak kusuk politik di balik pengangkatan sosok Panglima TNI baru.
Menurutnya jika hal itu terjadi, hal tersebut justru menjadi preseden buruk dalam upaya TNI untuk kembali ke jalan yang benar sesuai dengan ekspektasi masyarakat.
"Jadi kalau sekarang sampai lima tahun ke depan kasak kusuk juga udah terjadi karena pretext-nya adalah kasak kusuk politik. Itu yang buruk dalam upaya kita untuk meyakinkan bahwa tentara itu sudah back to basic," ujar dia.
Rocky Gerung berpendapat, Presiden Jokowi saat ini dinilai masih belum back to basic karena masih mendengarkan bisikan dari berbagai pihak dalam mengambil keputusan, meski tak sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Hal tersebut membuat TNI sebagai benteng terakhir pertahanan negara justru semakin dirusak profesionalitasnya oleh berbagai kepentingan politik.
"Yang belum back to basic justru adalah presiden, karena masih berupaya nguping basic sana basic sini, nah itu keadaan kita. Jadi tata tertib meritokrasi ini dalam sistem profesionalitas TNI justru dirusak oleh kepentingan-kepentingan politik, dan presiden tidak mau ambil risiko dengan mengatakan bahwa 'Saya sudah putuskan bahwa itu selesai dirapatkan'," tuturnya. [Democrazy/kabes]