DEMOCRAZY.ID - Politisi Partai Demokrat Cipta Panca Laksana heran meski ada dua pejabat negara setingkat menteri masuk Pandora Papers, namun kondisi di Indonesia tetap landai.
Hal itu berbeda dengan kondisi di Malaysia. Negeri Jiran tersebut kini tengah meramaikan kasus tersebut.
Deputi Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) ini pun menanyakan perihal tersebut kepada aktivis dari Nahdlatul Ulama Umar Hasibuan alias Gus Umar melalui akun Twitter @panca66, Rabu, 6 Oktober 2021.
"Di Malaysia Pandora Papers rame. Disini adem aja pung @Umar_Hasibuan75. Padahal ada 2 menteri yang masuk Pandora Papers," cuitnya.
Pernyataan Panca tersebut merespons cuitan dari politisi asal Malaysia Anwar Ibrahim.
"Kerajaan harus ambil serius pendedahan yang dibuat Pandora Papers. Ini kerana ratusan bilion ringgit dari negara dibawa keluar dan disorok di beberapa akaun pesisir," cuitnya melalui akun @anwaribrahim.
Gus Umar pun mengaku keheranan dengan kondisi di tanah air karena terkesan berdiam diri meski ada kasus besar tersebut.
"Nah itu dia uda @panca66 heran bgt dgn prilaku masyarakat kita yg cuek dgn dua tokoh yg msh pandora papers uda," cuitnya melalui akun @Umar_Hasibuan75·
Sementara itu Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae mengatakan lembaganya masih meneliti laporan Pandora Papers, sebutan untuk bocoran data finansial dari 14 agen perusahaan cangkang di negara suaka pajak.
Pandora Papers adalah bocoran laporan finansial dan kesepakatan bisnis yang mengungkap kepemilikan aset dan perusahaan cangkang di negara suaka pajak.
Laporan tersebut diketahui mencantumkan nama sejumlah pesohor Tanah Air, antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Sebelumnya, Airlangga disebut mendirikan perusahaan cangkang sebagai kendaraan investasi serta untuk mengurus dana perwalian dan asuransi.
Airlangga tercatat memiliki dua perusahaan cangkang di British Virgin Islands, yurisdiksi bebas pajak di kawasan Karibia. Dua perusahaan itu antara lain Buckley Development Corporation dan Smart Property Holdings Limited.
Di dalam dokumen itu, Buckley Development diberi warna merah. Perusahaan ini disebut perlu melengkapi informasi jumlah dan nilai aset yang dimiliki serta tujuan pendirian perusahaan. Dalam lampiran surat elektronik dokumen bertarikh Oktober 2016, anggota staf Trident menyebutkan perusahaan yang berlabel merah dinyatakan sudah tutup lapak.
Soal temuan tersebut, Airlangga mengklaim tidak mengetahui pendirian Buckley Development dan Smart Property. Ia pun membantah jika dikatakan berniat mencairkan polis asuransi melalui dua korporasi tersebut.
Pejabat lainnya, Luhut Pandjaitan, menurut notula rapat, tercatat menghadiri rapat direksi perusahaan bernama Petrocapital SA, yang terdaftar di Republik Panama. Luhut tercatat hadir langsung dalam beberapa kali rapat yang berlangsung selama 2007-2010.
Luhut pertama kali ditunjuk menjadi Presiden Direktur Petrocapital dalam rapat yang digelar pada 19 Maret 2007. Ia dipilih bersama dua orang lain dan berkantor di Guayaquil, Ekuador. Pertemuan itu juga mengesahkan perubahan nama perusahaan dari Petrostar International SA menjadi Petrostar-Pertamina International SA.
Dalam dokumen setebal 17 halaman disebutkan perusahaan yang baru berganti nama itu ditugasi memproduksi sekaligus mengangkut produk minyak bumi. Petrostar juga diperintahkan melakukan ekspor-impor.
Namun perusahaan itu hanya berumur tiga tahun. Dalam rapat pemegang saham luar biasa yang diselenggarakan pada Juli 2010, dewan direksi membubarkan perusahaan.
Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, mengkonfirmasi kabar bahwa Petrocapital dibentuk di Republik Panama. Ketika perusahaan minyak dan gas itu didirikan pada 2006, modal awal yang disetor sebesar US$ 5 juta—setara dengan Rp 71,5 miliar menggunakan kurs saat ini. Perusahaan itu dibuat untuk mengembangkan bisnis di luar negeri, khususnya di wilayah Amerika Tengah dan Selatan.
Menurut Jodi, Luhut hanya menjabat eksekutif Petrocapital selama tiga tahun sejak 2007.
Ketika Luhut memimpin, perusahaan tersebut gagal memperoleh proyek eksplorasi migas yang layak.
Jodi membantah kabar bahwa Luhut berkongsi dengan perusahaan minyak milik pemerintah Indonesia dan mengubah nama perusahaan. [Democrazy/galamed]