POLITIK

Catatan Pakar Hukum soal 2 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Semakin Ramah, Tapi Terhadap Kepentingan Oligarki!

DEMOCRAZY.ID
Oktober 20, 2021
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Catatan Pakar Hukum soal 2 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Semakin Ramah, Tapi Terhadap Kepentingan Oligarki!

Catatan Pakar Hukum soal 2 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Semakin Ramah, Tapi Terhadap Kepentingan Oligarki!

DEMOCRAZY.ID - Masa jabatan Jokowi-Ma'ruf Amin hari ini genap 2 tahun. Pakar Hukum Tata Negara Herlambang P. Wiratraman menyoroti kekuasaan 2 tahun Jokowi-Ma'ruf Amin semakin mencerminkan kekuasaan yang oligarki.


"Yang dibayangkan di awal sebelum terpilih itu terbukti semua ya. Yang saya maksud terbukti itu begini, jadi 2019 itu sebenarnya adalah medium untuk mengonsolidasi kuasa oligarki. Dan itu sudah saya tulis di tahun 2018. Jadi setahun sebelum pilpres," kata Herlambang saat dihubungi, Rabu (20/10/2021).


"Nah, yang dikhawatirkan dari sebuah proses melegitimasi merepresentasi formal jabatan ketatanegaraan termasuk kepresidenan, bagaimana peran DPR, bagaimana produksi hukum atau aturan. Sekarang lebih mencerminkan oligarki friendly atau ramah pada kepentingan oligarki. Itu yang saya rasakan 2 tahun ini," imbuhnya.


Menurut Herlambang, kekuasaan yang cenderung oligarki ini sudah bisa dilihat pada tahun pertama. Pada tahun itu, muncul revisi UU KPK. 


Namun sebaliknya, Jokowi dinilai tidak melakukan penguatan KPK sehingga komitmen pemberantasan korupsi semakin lemah.


Meski demikian, lanjut Herlambang, hal itu tidak terlalu mengejutkan. Sebab revisi UU KPK sudah menjadi paket di medium 2019 usai kemenangan di periode kedua.


"Di tahun pertama, kita menyaksikan ada revisi UU KPK. Yang itu harus dibaca sebagai konteks sejauh mana komitmen pemberantasan korupsi atau membentengi upaya memperkuat institusi KPK. Tapi kita tahu bahwa peran Jokowi rupanya tidak membentengi itu. Tapi dia malah membiarkan proses bekerjanya kekuasaan untuk melemahkan posisi KPK," jelasnya.


"Jadi, KPK seperti kondisi sekarang itu juga tidak sama sekali mengejutkan. Itu memang menjadi paket dari medium 2019 itu tadi. Medium konsolidasi oligarki," tambah Herlambang.


Selain revisi UU KPK, Herlambang juga menyebut lahirnya sejumlah UU kontroversial lainnya. 


Antara lain UU Minerba UU Mahkamah Agung (MA) dan adalah UU Omnibus Law yang semakin menegaskan kekuasaan yang oligarki.


"Puncaknya adalah UU Omnibus Law itu juga menegaskan. Karpet merah oligarki diberi jalan jadi sistem itu semakin kalau saya katakan embedded dalam sistem politik transaksional itu. Nah 2 tahun kekuasaan ini justru mengonfirmasikan kekhawatiran-kekhawatiran yang telah kita kemukakan di ruang publik tentang menguatnya konsolidasi oligarki itu," tuturnya.


Herlambang kemudian menyinggung sejumlah kasus HAM yang hingga kini tak kunjung tuntas. 


Dia pun tegas menyebut masa jabatan 2 tahun Jokowi-Ma'ruf tidak ada kemajuan yang signifikan bahkan sejak periode pertama.


"Jelas, kalau ngomong kemunduran kan tanda-tanda itu sudah ada sebelum periode kedua ya. Bahkan dalam kuliah tamu di Belanda 2018 itu saya sudah membuat argumen The Raise of Otoritarianisme atau menguatnya otoritarianisme di Indonesia.


"Jadi, kalau dibilang kalau ada kemajuan ya agak susah nalarnya. Karena faktanya itu ada beberapa tanda misalnya, kasus pelanggaran HAM berat tidak kunjung tuntas. Sampai hari ini. Kita tahu ada kasus Novel Baswedan, kasus Munir, kasus-kasus yang menurut hemat saya menyasar ke pembela HAM itu juga tidak tuntas di republik ini.


"Kemudian dari sisi penyelesaian konflik agraria, yang dikerjakan Jokowi karikatif tidak progresif bahkan regresif, kenapa? Karena kasus-kasus tanah itu tetap mangkrak. Sementara yang ada agraria reform atau reformasi agraria yang terjadi cuma bagi-bagi sertifikat tanah. Dan itu pun tidak menyentuh struktur ketimpangan kepengurusan dan kepemilikan dalam isu tanah," tandas Herlambang. [Democrazy/detik]

Penulis blog