DEMOCRAZY.ID - Persoalan mafia tanah saat ini masih menjadi PR besar pemerintah Presiden Joko Widodo selama memerintah dua periode.
Meski kerap menyuarakan perang terhadap mafia tanah, namun kasus tersebut masih saja bermunculan.
"Jokowi sudah punya 3 kapolri (Tito Karnavian, Idham Azis, dan Listyo Sigit Prabowo), kenapa satu pun belum berhasil memberantas mafia tanah?" kata Penasihat Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI), Bambang Beathor Suryadi, Jumat (24/9).
Bagi politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini, ada beberapa hal dan kebijakan presiden yang mengganjal semangat pemberantasan mafia tanah.
"Pertama, Jokowi mencampur air dan minyak di Istana, sehingga polisi sulit menghadapi (taipan) Summarecon, Bintaro Jaya, dan lain-lain," jelas Beathor.
Semangat pemberantasan mafia tanah juga perlu ditumbuhkan dari lingkungan internal Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Jokowi, kata Beathor, perlu menuntun generasi uda BPN dan Polsi agar tidak takut bongkar kasus para senior masa lalu.
"Jokowi harus paham bahwa di BPN itu ada dua jenderal polisi, tapi belum berhasil melawan mafia tanah," jelasnya.
Yang tak kalah penting, presiden harus memastikan proses kenaikan pangkat, baik di BPN maupun instansi lain bebas dari beban biaya.
Hal ini untuk menghindari adanya sponsor dari mafia tanah.
"Jokowi juga harus fokus konflik tanah dimulai dari ploting, ukur oleh pihak BPN, baik untuk SHGB maupun SHGU. Solusi problem hukum demi keadilan harus dimulai dari keberanian dan ketegasan Jokowi terhadap para 'pengusaha kebon' dan tambang yang sering ke istana," tandasnya. [Democrazy/rmol]