DEMOCRAZY.ID - Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin resmi menjadi tersangka kasus suap pengurusan DAK Lampung Tengah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Politisi partai Golkar ini ditangkap di kediamannya pada Sabtu dini hari, 25 September 2021.
Azis Syamsuddin mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan secara intensif sejak tadi petang.
Azis langsung digiring ke ruang konferensi pers terlebih dahulu sebelum dibawa ke ruang tahanan KPK.
Politikus Golkar itu ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan DAK Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017.
Azis bersama dengan mantan Ketua PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado memberikan uang senilai Rp3.099.887.000 dan US$36 ribu kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.
Menanggapi hal ini, pengamat politik Rocky Gerung ikut berkomentar. Dalam diskusinya, dia menyinggung fraksi Azis Syamsuddin.
Menurutnya, Golkar dari beberapa bulan lalu telah berusaha untuk membela dan menutup kasus Azis Syamsuddin namun ada hal yang kemudian pihaknya akhirnya angkat tangan.
"Sejak beberapa bulan lalu, Golkar berusaha belain tapi mungkin dalam waktu dua tiga bulan Azis kurang setoran sehingga Golkar merasa kurang ajar nih," kata Rocky Gerung dikutip Galamedia dari kanal YouTube-nya, Sabtu, 25 September 2021.
Lebih lanjut, Rocky Gerung menyebut ada dua hal yang lumrah terjadi pada partai-partai besar jika menyangkut kasus korupsi.
"Jadi yang menarik adalah dalam setiap isu korupsi kalau menyangkut persoalan partai-partai besar seperti Golkar dan PDIP, di belakang itu ada dua persoalan," ujarnya.
Dia menyebut dua persoalan itu identik dengan uang dan persaingan antara tokoh politisi.
"Persoalan pertama adalah pundi-pundi yang dibagi tidak merata," kata Rocky.
"Yang kedua persaingan-persaingan politisi antara tokoh tokoh partai partai besar itu jadi kita bisa menduga dua hal itu ada dalam kasus azis syamsuddin," sambungnya.
Menurut Rocky, dugaan tersebut karena saat ini partai Golkar langsung mengambil keputusan akan mengganti Wakil Ketua DPR RI yang baru.
"Golkar langsung ambil keputusan mau ganti (wakil ketua DPR), jadi artinya ada yang mendorong penggantian itu karena kurang setoran atau ada persaingan politik yang didamaikan secara internal," imbuhnya.
"Padahal golkar dikenal mampu untuk mengatasi konsolidasi internal supaya kasusnya tidak menjadi kasus publik," sambungnya. [Democrazy/galamed]