DEMOCRAZY.ID - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan petinggi partai politik (parpol) koalisi yang tak memiliki kursi DPR di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (1/9).
Dalam pertemuan itu hadir pemimpin PSI, PKPI, Perindo, Hanura, hingga PBB.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati menilai langkah Jokowi mengumpulkan koalisi parpol non parlemen semata-mata untuk mencegah manuver politik seperti melakukan kritik hingga berpindah haluan menjadi oposisi.
"Suara nyaring kritik seperti ini tentu menjadi potensi ladang pemilih golput atau mereka berpindah haluan ke kubu oposisi," kata Wasisto, Kamis (2/9).
Wasisto mengatakan ada kekhawatiran tersendiri dari Jokowi terhadap potensi manuver yang mungkin dilakukan parpol koalisi nonparlemen tersebut.
Terlebih lagi, saat ini upaya penangan pandemi oleh pemerintah belum sepenuhnya sempurna.
Ia menilai pelbagai kritik yang dilontarkan parpol-parpol berpotensi menciptakan instabilitas dan menurunnya kepercayaan masyarakat bila terus dibiarkan.
Sehingga, wajar Jokowi 'memagari' itu dengan mengundangnya ke Istana.
Diketahui, tingkat kepercayaan publik ke pemerintah belakangan ini menunjukkan tren penurunan.
Survei Charta Politika pada pertengahan Juli 2021 menunjukkan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah turun dari 65,3 persen di Maret 2021 menjadi 62,4 persen.
"Terutama kritikan pedas soal pandemi, kritikan lain soal PPHN, IKN, dan sebagainya yang semuanya mengarah ke konstelasi 2024," kata Wasisto.
Tak hanya itu, Wasisto menilai parpol koalisi Jokowi non parlemen punya keunggulan komparatif masing-masing meskipun suara di pemilu tahun 2019 tak signifikan.
Ia mencontohkan bahwa PSI erat dengan militansi anak muda. Sementara Perindo memiliki kekuatan Media, PKPI dan Hanura memiliki jaringan purnawirawan militer dan PBB dengan massa Islam.
Terlebih, jumlah suara koalisi parpol non parlemen bila digabungkan mencapai 7 persen suara sah hasil pemilu 2019 lalu.
Melihat potensi itu, kata Wasisto, parpol-parpol tersebut rentan sekali berpindah haluan.
Sehingga, Jokowi berupaya untuk tetap menjaga dukungan mereka agar tetap solid ke depan.
"Apalagi politisasi dampak pandemi ini bisa digoreng jadi pilihan politik pemilu mendatang," kata dia. [Democrazy/cnn]