DEMOCRAZY.ID - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengklarifikasi anggaran laptop pelajar yang ramai diperbincangkan di media sosial karena mencapai Rp10 juta per unit.
Padahal, spesifikasi laptop tersebut berjenis Chromebook dengan kisaran harga kurang dari Rp5 juta.
Karo Perencanaan Kemendikbudristek M Samsuri meluruskan dana senilai Rp2,4 triliun yang dianggarkan pemerintah, tidak hanya untuk laptop, namun juga mencakup produk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) lainnya.
Rinciannya, 284.147 laptop ditambah dengan 17.510 wireless router, 10.799 proyektor dan layarnya, 10.799 konektor, 8.205 printer, dan 6.527 scanner.
"Dari situ sudah tergambar tidak mungkin Rp10 juta (untuk satu unit laptop), jadi pasti jauh di bawahnya," terangnya, Senin (2/8).
Selanjutnya, dana itu berdasarkan usulan masing-masing pemerintah daerah (pemda) pada penyusunan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik 2021.
Untuk diketahui, dana tersebut merupakan bagian dari APDB yang bersumber dari transfer pemerintah pusat.
"Jadi alokasinya sesuai dengan pengajuan pemda, tidak semua pemda butuh peralatan TIK. Untuk 2022 kami verifikasi dan validasi harus untuk sekolah yang memang belum miliki laptop dengan standar minimalnya, kan kecukupan minimal setidaknya sekolah minimal punya 15 laptop, itu diarahkan untuk sekolah yang belum punya laptop," ujarnya.
Sementara itu, spesifikasi laptop yang diatur oleh Kemendikbudristek merupakan spesifikasi minimal.
Artinya, pemda boleh membeli laptop lebih dari spesifikasi minimal jika dananya masih mencukupi.
Ia juga memastikan pengadaan laptop dan TIK lainnya dilakukan secara transparan.
Pasalnya, semua belanja dilakukan melalui e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Soal besaran harga itu kan terbuka, karena pengadaannya melalui e-katalog LKPP seperti beli di e-commerce, oh harga laptop dengan spesifikasi sekian Rp5 juta, ya berarti itu diklik untuk dibeli, kalau spesifikasinya naik sedikit harganya Rp6 juta, uangnya masih cukup untuk spesifikasi lebih tinggi, ya silahkan beli," ujarnya.
Nantinya, pemda juga akan menyampaikan laporan kepada Kementerian Dalam Negeri terkait penggunaan dana tersebut.
Apabila masih ada sisa dana, maka pemda akan mengembalikan ke kas negara.
"Kalau lebih dikembalikan ke kas negara karena itu dana transfer daerah, ada hitungannya, nanti itu harus kembali ke kas negara," ujarnya.
Sebelumnya, dalam bahan paparan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan ada enam perusahaan yang menyanggupi pengadaan laptop pelajar tersebut.
Enam produsen laptop dalam negeri tersebut memiliki nilai TKDN lebih dari 25 persen
Meliputi PT Zyrexindo Mandiri Buana, PT Tera Data Indonusa, PT Supertone, PT Evercross Technology Indonesia, PT Bangga Teknologi Indonesia, dan Acer Manufacturing Indonesia.
Samsuri menyatakan enam perusahaan tersebut juga terdaftar dalam LKPP, sehingga pengadaannya bersifat transparan.
Dalam kesempatan itu, ia juga menegaskan laptop pelajar ini berbeda dengan laptop Merah Putih.
Saat ini, laptop Merah Putih dengan merek Dikti Edu itu tengah dikembangkan oleh konsorsium terdiri dari ITB, ITS, dan UGM bekerja sama dengan industri TIK dalam negeri.
"Sekarang pengembangan tahap pertama, informasi yang kami terima ditargetkan 2021 ini ada sekitar 10 ribu produk yang dikembangkan," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim mengatakan pihaknya mengalokasikan anggaran Rp2,4 triliun sebagai dana alokasi khusus pendidikan pada 2021 di tingkat provinsi dan daerah.
Dana tersebut akan digunakan untuk membeli 240 ribu laptop.
Pernyataan itu pun menjadi sorotan warganet lantaran harga satu unit laptop bisa mencapai Rp10 juta dalam perhitungan sederhana.
Sementara, spesifikasi dari Kemendikbudristek di kisaran harga kurang dari Rp5 juta. [Democrazy/vv]