DEMOCRAZY.ID - Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, menilai isi pidato Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengenai pengetatan dan pelonggaran mobilitas yang berubah-ubah hanya retorika semata.
“Omong kosong. Itu argumentasi retorika,” kata Pandu, Senin, 16 Agustus 2021.
Dalam sidang tahunan MPR, Jokowi berdalih kebijakan pengetatan dan pelonggaran berubah-ubah agar menemukan kombinasi terbaik antara kepentingan kesehatan dan kepentingan perekonomian masyarakat.
Pandu menjelaskan, sampai saat ini, pemerintah tidak memiliki rencana nasional pengendalian pandemi. Upaya yang dilakukan pemerintah selama 1,5 tahun ini, kata Pandu, hanya tambal sulam dan panik.
Hal itu dibuktikan dengan munculnya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat.
“PPKM Darurat itu mengindikasikan bahwa panik, responsifnya. Responsnya repsons terlambat semua,” ujarnya.
Menurut Pandu, jika pengendalian pandemi bisa diantisipasi sejak awal, maka lonjakan kasus Covid-19 tidak akan setinggi pada Juli 2021 yang menyebabkan rumah sakit kolaps, kematian meningkat tajam hingga kekurangan oksigen.
Alih-alih mencegah penularan, pemerintah malah sibuk mengurusi distribusi obat ke masyarakat.
“Jadi penanganannya tambal sulam. Ngapain ngurusin distribusi obat ke masyarakat. Harusnya mencegah penularan, konsepnya mencegah penularan,” kata dia.
Pandu pun menantang Jokowi untuk membubarkan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), membuat national plan pengendalian pandemi hingga tahap pemulihan ekonomi secara bertahap.
Sebab, hanya dengan cara itu suatu negara dapat mengendalikan pandemi dengan manajemen modern.
“Jadi penanganan wabah harus dengan manajemen. Untuk vaksinasi saja kita butuh logistik, persiapan. Kalau enggak ada manajemen, berantakan semua,” kata Pandu menanggapi isi pidato kenegaraan Presiden Jokowi soal penanganan pandemi Covid-19. [Democrazy/rep]