DEMOCRAZY.ID - Advokat, Haris Azhar turut membuka suara terkait viralnya mural mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertuliskan ‘404: Not Found’.
Mulanya Haris menjelaskan maksud dari tulisan ‘404: Not Found’ di internet.
“404: Not Found artinya, kalau di internet itu kode ketika Anda mengakses sesuatu, lalu Anda berhasil connect internetnya, tetapi tidak ketemu halaman yang dicari,” ujarnya dilansir melalui Youtube HARIS AZHAR Senin, 16 Agustus 2021.
Dia kemudian mengaku mendukung penuh mural tersebut untuk menyampaikan sebuah kritikan.
“Itu menurut saya menarik dan saya mendukung penuh mural atau satire atau cara menyampaikan pendapat terkait dengan kritik,” tuturnya.
Menurutnya, mural tersebut berisi pesan bahwa Jokowi belum atau bahkan gagal menanggulangi berbagai macam situasi di Tanah Air.
“Saya membacanya bahwa ada banyak situasi di negeri ini yang Presiden Republik Indonesia, yang hari ini adalah Joko Widodo, yang ada di gambar itu, itu ingin dikatakan bahwa ada banyak situasi dan problem yang presiden tidak, belum, atau gagal menanggulanginya,” paparnya.
Pria lulusan Sarjana Hukum Trisakti ini lantas mengapresiasi sosok yang yang membuat mural tersebut, karena menjadi alarm bahwa demokrasi Indonesia masih bekerja.
“Dan saya ingin mengucapkan terimakasih kepada yang membuat mural tersebut, bahwa itu adalah alarm demokrasi. Artinya, sistem demokrasi kita bekerja,” imbuhnya.
Bagi Haris mural tersebut tidak melanggar aturan apapun, sebab masih dalam batas wajar.
“Menurut saya mural tersebut tidak melanggar hukum, karena gambar yang ada di situ bukan gambar yang menghina, bukan gambar yang merugikan martabat seseorang,” terangnya.
Sehingga tidak ada alasan pemerintah untuk menghalangi kebebasan publik khususnya pekerja seni untuk menyampaikan hal ini.
“Jadi tidak ada alasan untuk menghalangi kebebasan menyampaikan ekspresi dari teman-teman seni tersebut,” tandasnya.
Lebih lanjut Haris menyoroti alasan aparat mencari sosok yang menggambar tersebut karena dianggap menghina lambang negara.
Aktivis HAM ini menjelaskan bahwa presiden merupakan kepala negara bukan lambang negara.
“Bahwa dibilang itu menghina lambang negara, Presiden Republik Indonesia adalah kepala negara, bukan lambang negara. Lambang negara itu burung Garuda atau bendera Merah Putih, itu menurut Undang-Undang,” terangnya.
Selain itu, dinding yang digambar mural tersebut tidak merusak fasilitas publik bahkan jauh lebih indah dibandingkan polos.
“Tempat gambar itu ditempel adalah fasilitas publik, tidak ada yang rusak dari fasilitas publik tersebut, bahkan jauh lebih indah ada gambarnya, dibandingkan gambar yang kepak sayap, oh maksud saya dibandingkan gambar yang polos,” pungkasnya. [Democrazy/str]