DEMOCRAZY.ID - Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) mengkritik penerapan otonomi khusus (Otsus) Papua.
Menurut mereka, selama Otsus di Papua diterapkan, belum ada dampak baik yang dirasakan oleh masyarakat Papua.
"Selama 20 tahun UU Otsus belum terlalu berdampak kepada masyarakat Papua. Pelanggaran HAM dan rasisme masih juga terjadi kepada masyarakat Papua. Komisi kebenaran dan rekonsiliasi yang merupakan amanah UU Otsus tidak pernah terbentuk," ujar Ketua Umum PP GMKI, Jefri Gultom, dalam keterangannya, Senin (16/8/2021).
Bagi Jefri, pelaksanaan otsus tidak memperbaiki kemiskinan masyarakat Papua.
Padahal, menurut Jefri, Papua menyumbang pendapatan yang besar kepada negara.
"Sungguh miris, Papua merupakan provinsi termiskin padahal pendapatan negara dari pajak dan non-pajak terbesar, termasuk berasal dari tanah Papua," kata Jefri.
Sementara itu, Sekretaris BPC GMKI Jayapura Yusuf Simbiak menyebut ada potensi konflik di Papua, khususnya soal perlakuan diskriminasi ras dan dugaan pelanggaran HAM. Akan ada masalah besar jika konflik ini tidak diatasi.
"Ini sangat berbahaya, jika terus dibiarkan rasa sakit dan marah ini akan berakibat lebih besar di masa mendatang," ucap Yusuf.
Bagi GMKI, pembangunan infrastruktur oleh pemerintah tak cukup mampu menyelesaikan persoalan di Papua.
"Kami mengharapkan kehadiran langsung Presiden Joko Widodo untuk dapat berdialog di Tanah Papua. Kami akan menyampaikan semua persoalan tanah Papua secara langsung kepada Presiden," kata Yusuf.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangani UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua. UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua itu diteken Presiden Jokowi pada Senin (19/7).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memastikan adanya perubahan kedua UU Otsus Papua ini dapat lebih meningkatkan kesejahteraan Papua.
Pemerintah juga mengaku akan melakukan percepatan pembangunan di sana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Pembahasan RUU Perubahan kedua ini merupakan upaya bersama yang merupakan wujud komitmen pemerintah, DPR dan DPD untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua sebagai bagian integral dari negara kesatuan republik Indonesia," imbuhnya.
"Dalam pembahasan kita berpijak kepada prinsip-prinsip dan semangat untuk melindungi dan menjunjung harkat dan martabat orang asli Papua dan melakukan percepatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Papua," tambahnya.
Dalam UU tersebut, hadirnya sebuah Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BK-P3).
Badan tersebut akan diketuai Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Bappenas, dan Menteri Keuangan, serta masing-masing perwakilan dari setiap provinsi di Papua.
Ma'ruf berharap, jika pandemi COVID-19 sudah melandai, ia dapat lebih sering berkunjung ke Papua untuk memastikan bahwa program-program pembangunan yang dirancang berjalan sesuai target.
Semula dia dijadwalkan akan mengunjungi beberapa daerah di Papua pada Januari lalu, tapi ditunda karena angka COVID-19 saat itu meningkat. [Democrazy/dtk]