DEMOCRAZY.ID - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut persoalan pencarian buronan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 Harun Masiku bukan terletak pada kemampuan pegawai, melainkan kemauan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
ICW mensinyalir pimpinan KPK tidak mau menangkap Harun Masiku karena khawatir pengembangan perkaranya dapat menyasar elit partai politik tertentu.
"Hingga saat ini ICW tidak melihat adanya keseriusan dari pimpinan KPK untuk mendeteksi keberadaan mantan calon anggota legislatif asal PDIP tersebut," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (2/8/2021).
Selain itu, kata Kurnia, sejak awal proses penanganan perkara, ICW sudah menduga pimpinan KPK terkesan enggan dan takut untuk membongkar tuntas skandal suap PAW anggota DPR.
Disebutkannya, ada beberapa kejadian yang menguatkan indikasi tersebut, misalnya kegagalan penyegelan kantor partai politik, dugaan intimidasi pegawai di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), pengembalian paksa Penyidik Rossa Purbo Bekti ke kepolisian, dan pemberhentian pegawai yang tergabung dalam tim buronan KPK melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Jadi, red notice bagi Harun Masiku itu hanya sekadar upaya KPK untuk meredam kritik masyarakat," kata Kurnia.
"Namun, sayangnya hal itu tidak akan berhasil, sebab, kebobrokan KPK di bawah komando Firli Bahuri sudah sangat akut dan sulit untuk ditutupi dengan cara apa pun," imbuhnya.
Seperti diketahui, KPK mendapat informasi bahwa Interpol telah mengeluarkan red notice bagi penyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan itu.
Sehingga, Harun Masiku kini resmi menjadi buronan internasional.
"Informasi terbaru yang kami terima, bahwa pihak Interpol benar sudah menerbitkan Red Notice atas nama DPO Harun Masiku," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (30/7/2021).
KPK pun tak segan menjerat pihak-pihak yang sengaja merintangi pencarian dan penangkapan dengan pasal perintangan penyidikan.
Berdasarkan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), diatur ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
"Jika ada pihak yang diduga sengaja menyembunyikan buronan, kami ingatkan dapat diancam pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," kata Ali.
Harun Masiku dijadikan tersangka oleh KPK karena diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, supaya bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR, namun meninggal dunia.
Harun diduga menyiapkan uang sekira Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.
Harun sudah menghilang sejak operasi tangkap tangan (OTT) kasus ini berlangsung pada Januari 2020.
Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi keberadaan Harun di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). KPK lantas memasukkan Harun sebagai daftar buronan pada 29 Januari. [Democrazy/okz]