DEMOCRAZY.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan ancaman pidana bagi pihak-pihak yang secara sengaja menghalangi pencarian dan penangkapan buronan kasus dugaan korupsi penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI 2019-2024, Harun Masiku.
Berdasarkan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), diatur ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
"Jika ada pihak yang diduga sengaja menyembunyikan buronan, kami ingatkan dapat diancam pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," ujar Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Senin (2/8).
Pasal itu berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Ali enggan menyampaikan informasi perihal lokasi-lokasi yang sudah disisir tim penyidik dalam upaya menangkap Harun.
Hanya saja, ia memastikan bahwa KPK berkomitmen menuntaskan pengusutan kasus yang menjerat mantan calon legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
"KPK masih terus berupaya menemukan DPO dimaksud baik pencarian di dalam negeri maupun kerja sama melalui NCB Interpol," ucap Ali.
"Kami tentu tidak bisa menyampaikan tempat dan waktu pencarian karena itu teknis di lapangan yang tidak bisa kami publikasikan," sambungnya.
Sebelumnya, KPK mengaku sudah meminta bantuan Sekretariat National Central Bureau (NCB)-Interpol Indonesia untuk mencari keberadaan Harun Masiku.
Lembaga antirasuah menyatakan bahwa Interpol telah menerbitkan Red Notice atas nama Harun Masiku.
"Informasi terbaru yang kami terima bahwa pihak Interpol benar sudah menerbitkan Red Notice atas nama DPO Harun Masiku," ujar Ali, Jumat (30/7).
Harun ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR, namun meninggal dunia.
Ia diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan. Ia buron sejak Januari 2020 lalu. [Democrazy/cnn]