DEMOCRAZY.ID - Suasana cukup sunyi saat awak Radar Semarang mendatangi krematorium Kota Semarang yang terletak di Kecamatan Tembalang, Rabu (28/7) lalu.
Minim cahaya. Hanya lampu kantor saja yang dibiarkan menyala.
Seorang penjaga, Pak Slamet, belum memberi kesempatan kru Radar Semarang menelusuri sejumlah ruangan.
"Kalau ke sini jangan malam-malam, Mas. Siapa pun tidak saya izinkan datang ke sini malam hari,” kata pria yang sudah mengabdi selama 34 tahun itu.
Keesokan harinya, Pak Slamet berkenan menemani jalan-jalan untuk melihat suasana gedung krematorium.
Awalnya tidak ada perasaan aneh saat berada di gedung bagian atas.
Namun, ketika beranjak ke salah satu tempat pembakaran jenazah yang berada di pojok bangunan, tiba-tiba ada rasa panas, sesak, dan mual.
Padahal tidak ada prosesi apa pun. Kondisi krematorium menjelang maghrib sudah kosong.
Selama puluhan tahun bekerja, Pak Slamet mengaku tidak pernah bertemu atau diganggu mahkluk halus.
"Saya tidak pernah yang namanya diganggu sebangsa begitu. Namun, ada beberapa pengunjung yang sering cerita dengan saya bahwa mereka pernah ketemu sama hantu,” katanya.
Pak Slamet pun mulai bercerita tentang hal mistis yang pernah dialami oleh manajer krematorium.
"Kejadiannya malam. Saat itu dia (manajer) mendengar suara gamelan gitu. Padahal saya tidak dengar,” ungkapnya.
Kejadian lain, ketika Pak Slamet menemani petugas PLN untuk membenahi listrik di krematorium.
Petugas itu melihat sosok yang besar dan tinggi sekali di belakang Pak Slamet.
Namun, lagi-lagi dia tidak melihatnya.
“Itu lo di ruang sel posisinya,” katanya sambil menunjuk posisi penampakan saat itu.
Berbeda dengan Pak Slamet, cerita lebih menyeramkan dan bikin merinding dialami penjaga lain yang enggan disebut namanya.
Dahulu sebelum adanya kejadian itu, ia adalah penjaga yang pemberani.
Suka menyendiri. Sering tidur di dekat toilet. Kadang juga tidur di dekat tumpukan peti yang ada di krematorium.
Namun, setelah peristiwa itu, dia menjadi trauma.
Waktu itu, seperti biasa ia berjaga malam memutari gedung krematorium seorang diri.
Tiba-tiba pintu di salah satu gedung nomor dua terbuka. Padahal tidak ada angin.
Tanpa berpikir macam-macam, ia pun menutup kembali pintu tersebut.
Anehnya, beberapa saat pintu terbuka lagi.
"Kemudian saya tutup lagi dan saya tinggal jalan gitu aja," ujarnya.
Namun, ia dibuat penasaran dengan sekilas sosok putih di sela-sela pintu.
Mengobati penasarannya, ia pun membuka pintu tersebut.
"Saya lihat ada pocong berdiri tegap di sana, matanya hitam. Saat itu juga saya tidak bisa apa-apa. Mau lari tidak bisa, mau teriak juga tidak bisa. Saya hanya bisa melotot melihat pocong itu,” katanya.
Keesokan harinya ia diminta manajer untuk membenahi baut yang terlepas di salah satu alat pembakaran di gedung tersebut.
"Cuma saya iyain saja karena masih trauma dengan kejadian itu,” ungkapnya. [Democrazy/jpn]