DEMOCRAZY.ID - Hubungan tak harmonis antara Jokowi dengan keluarga trah Soekarno dalam hal ini PDIP semakin meruncingkan analisa.
Bahkan kekuatan bisa disebut geng Jawa Tengah seret nama Jokowi, Ganjar dan Gibran diindikasikan mulai lawan trah Soekarno.
Munculnya geng Jawa Tengah yang dikomandoi Jokowi, Ganjar dan Gibran terkena sengkarut iklan baliho Puan Maharani yang sangat massif dilakukan PDIP sebagai cara pengenalan sosok Puan yang digadang akan maju di Pilpres 2024 mendatang.
Sayangnya hal tersebut dinilai aktivis Natalius Pigai sebagai cara yang tidak sesuai dengan keinginan Jokowi.
“Analisa saya, Jokowi, Ganjar, dan Gibran punya niat berbeda (dengan PDIP) untuk politik 2024,” kata aktivis Natalius Pigai, Sabtu 7 Agustus 2021.
Menurut Pigai, mantan Walikota Solo itu lebih cenderung untuk mendukung Ganjar Pranowo untuk diusung sebagai Capres 2024.
Geng Jawa Tengah Kuat Melawan Trah Soekarno PDIP
Sinyaleman lain yang memperkuat geng Jawa Tengah siap melawan trah Soekarno, yakni pernyataan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming yang tegas menyatakan pemasangan baliho Puan Maharani dilakukan atas perintah partainya (PDIP).
Dalam kalkulasi kekuatan, Pigai menggambarkan jika geng Jawa Tengah tentu tak punya beban apapun untuk melawan trah Soekarno meski PDIP tak bisa dipungkiri sebagai salah satu parpol terbesar di Indonesia.
“Pak Jokowi tidak punya beban untuk melawan kekuarga Soekarno dan PDIP. Bangsa ini dididik untuk tidak menghormati orang-orang yang berjasa membesarkan. Kekuatan moral menyangkal pihak ini,” demikian Natalius Pigai.
Gelagat perlawanan Jokowi kepada PDIP juga sebelumnya disampaikan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin.
Menurut Ujang, pengakuan Gibran yang mendapat perintah untuk memasang baliho Puan sama saja menguliti skenario PDIPke publik.
Pengakuan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu bahkan bisa ditafsirkan bahwa istana dan PDI Perjuangan punya kepentingan berbeda.
“Begitulah yang terjadi, begitulah keadaannya yang saat ini terjadi. Istana (Jokowi) dan PDIP (Megawati) punya kepentingan yang berbeda,” kata Ujang. [Democrazy/sta]