DEMOCRAZY.ID - Deka Sike, salah seorang pembuat mural Tuhan Aku Lapar di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang yang sempat viral beberapa waktu lalu mengaku trauma dan tertekan setelah polisi mendatangi rumah mereka.
"Cukup tertekan, kami tidak menyangka efeknya polisi akan seperti itu," ujarnya saat dihubungi, Minggu 15 Agustus 2021.
Menurut Deka, apa yang mereka buat tersebut merupakan sebuah ekspresi dan karya seni sehingga tidak ada aturan hukum yang mereka langgar.
"Ini adalah cara kami mengekspresikan sesuatu yang kami rasakan, Tuhan Aku Lapar adalah aduan dan keluhan kami kepada Tuhan sang Pencipta," ujarnya.
Namun, kata dia, setelah polisi mendatangi rumah mereka pasca viralnya mural itu membuat mereka tertekan.
"Mereka (polisi) memang bilang tidak mau membatasi, tapi dengan cara mereka mendatangi rumah kami itu sudah memberikan penekanan pada kami dan keluarga," kata Deka.
Sehingga, kata dia, pascakejadian itu mereka mulai ragu dan merasa tidak bebas untuk berkarya lagi.
Sebuah mural bertuliskan Tuhan Aku Lapar yang terpampang di Jalan Raya Arya Santika, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang viral di media sosial pada 24 Juli 2021 lalu.
Kalimat dengan huruf kapital berwarna putih mengkilat berukuran jumbo itu sempat terpampang jelas dan diabadikan sejumlah pengguna jalan.
Menurut Deka, ada sekitar 15 orang pemural yang ikut menuliskan kalimat Tuhan Aku Lapar sepanjang 12 meter itu dalam waktu empat jam.
Menurut dia, lokasi dan tempat mereka membuat mural itu adalah tempat biasa mereka selama ini berkarya.
Setelah viral di medsos, aparat Satpol PP kecamatan Tigaraksa langsung menghapus tulisan itu.
Keesokannya aparat kepolisian dari Polres Kota Tangerang mendatangi rumah dua pembuat mural itu.
Kapolres Kota Tangerang Komisaris Besar Wahyu Sri Bintoro mengatakan mendatangi rumah pemural itu untuk memastikan keadaan ekonomi keluarga mereka.
"Negara hadir memberikan perlindungan pengayoman dan pelayanan masyarakat. Sekaligus kami mengecek kondisi ekonomi pelaku pembuat mural," kata Wahyu.
Menurut Wahyu, kedua pembuat mural itu dari latar belakang keluarga yang ekonominya cukup berada.
"Yang R tinggal dirumah mertua dan saat ini bekerja. Di rumah mertua ada dua unit mobil. Dan DF juga tinggal di perumahan."
Saat mendatangi rumah pembuat mural di lokasi yang berbeda, Wahyu memberikan bantuan.
"Alhamdulillah kedua Rumah pembuat tulisan sudah disambangi dan kita berikan dukungan sembako beras serta kebutuhan pokok lainnya."
Wahyu mengakui jika pembuatan mural itu hanya menyalurkan aspirasi kreasi seni. [Democrazy/tmp]