DEMOCRAZY.ID - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari menantang Ketua KPK Firli Bahuri untuk mundur dari kursinya jika tak bisa menangkap tersangka buron Harun Masiku.
Sampai saat ini Harun Masiku belum berhasil ditangkap sejak dimasukkan dalam daftar buronan oleh KPK pada 17 Januari 2020 lalu.
"Sepertinya ini menunjukkan Pak Firli tak punya kemampuan dan kapasitas sebagai ketua KPK. Kalau memang tidak ada sebaiknya beliau mundur saja," kata Feri, Selasa (3/8).
Feri mengkritik pedas sikap Firli yang seakan angkat bendera putih dalam perburuan Harun Masiku.
Apalagi, Ketua Firli mengaku bahwa perburuan Harun Masiku tidak mampu dilakukan sendirian hingga meminta bantuan interpol dan imigrasi negara tetangga.
"Sepanjang sejarah saya tahu KPK baru kali ini ada ketua yang menyatakan nyerah tangkap buronan," ujar Feri.
Selain itu, Feri menyinggung pernyataan kepala satuan tugas (Kasatgas) non aktif, Harun Al Rasyid yang mengaku mengetahui dan akan menangkap Harun Masiku jika kembali diaktifkan.
Harun Al Rasyid merupakan salah satu penyidik yang ditugaskan untuk memburu Harun Masiku.
Harun sempat mengungkapkan mengetahui keberadaan Harun Masiku dan mengonfirmasi bahwa tersangka buron itu sempat berada di Jakarta.
Namun saat ini Harun Al Rasyid terpaksa dinonaktifkan akibat tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Salah satu penyidik KPK yang diberhentikan Firli bahkan bilang bisa jamin tangkap Harun Masiku. Jangan-jangan orang-orang yang diberhentikan Firli adalah orang yang mampu nangkap Harun Masiku sementara Pak Firli sendiri tidak sanggup," ucap Feri.
Harun merupakan tersangka kasus suap pergantian antar waktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024.
Status itu dia sandang bersamaan dengan tiga tersangka lain yakni mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota bawaslu Agustiani Tio Fridelia, dan pihak swasta Saeful.
Wahyu disebut-sebut telah menerima suap Rp 900 juta guna meloloskan caleg PDIP Harun Masiku sebagai anggota dewan menggantikan caleg terpilih atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu. [Democrazy/bkn]