HUKUM POLITIK

BKN Beberkan Asal Mula Munculnya Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK

DEMOCRAZY.ID
Agustus 13, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
BKN Beberkan Asal Mula Munculnya Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK

BKN Beberkan Asal Mula Munculnya Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK

DEMOCRAZY.ID - Badan Kepegawaian Negara (BKN) menjelaskan terkait asal mula adanya tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan pada pegawai KPK. 


BKN mengatakan TWK telah ada dalam Undang-Undang 5 Tahun 2014 tentang ASN.


"Berkaitan tes wawasan kebangsaan yang muncul di Pasal 5, itu sebenarnya bukan barang baru. Artinya, di dalam UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN, itu nyata-nyata disebutkan bahwa untuk jadi ASN, itu harus ada seleksi," ujar Wakil Ketua BKN Supranawa Yusuf dalam konferensi persnya, Jumat (13/8/2021).


Dia mengatakan tes ini terbagi dalam seleksi kompetensi dasar dan kompetensi bidang. 


Dia menyebut TWK ini masuk dalam seleksi kompetensi.


"Seleksinya, itu ada seleksi kompetensi dasar atau seleksi kompetensi bidang. Kompetensi dasar, itu di dalamnya ada yang disebut wawasan kebangsaan atau TWK, di samping ada karakteristik pribadi dan inteligensi umum. Jadi itu sudah pakem dalam proses seleksi CPNS," tuturnya.


Terkait isi dari TWK ini disebutkan terkait dengan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. 


Selain itu, dia mengatakan akan ada proses pengangkatan CPNS menjadi PNS, kenaikan jabatan, hingga mutasi yang dilakukan dengan pengucapan janji.


"Nah, kalau kita bicara kontennya, subtansinya, kenapa kok perlu ada tes wawasan kebangsaan, isinya apa sih tes wawasan kebangsaan? Di sana ada terkait Pancasila, UUD 1945, dengan pemerintahan yang sah, dan NKRI, atau kita singkat BUNP. Dan sebagai ASN atau PNS, itu setiap ada proses pengangkatan, baik dari CPNS menjadi PNS, nanti setelah jadi PNS dia naik jabatan atau diangkat ke tempat lain, mutasi dan sebagainya, itu harus mengucapkan sumpah atau janji," tuturnya.


"Di dalam sumpah atau janji, itu ya di dalamnya juga lagi-lagi terkait dengan tadi, kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintahan yang sah. Itu selalu ada, jadi esensinya ada di situ," sambungnya.


Supranawa mengungkapkan persyaratan tersebut disinggung pada saat proses harmonisasi pembahasan peraturan KPK. 


Dia menyebut awalnya KPK mengusulkan tidak adanya tes, melainkan hanya berupa pernyataan.


"Nah, pada saat proses pembahasan peraturan KPK ini, isu itu muncul, dan sejak awal pembahasan sebenarnya sudah ada yang menyinggung mengenai persyaratan itu. Kalau prosesnya bahkan memang pernah diusulkan oleh KPK, itu nggak usah ada tes, tapi cukup pernyataan," tuturnya.


Namun dia menyebut, dalam pertemuan dan diskusi, pembahasan terkait tes ini berkembang, sehingga diputuskan adanya pasal yang mengatur TWK tersebut.


"Tapi, di dalam pertemuan-pertemuan, dalam diskusi, berkembang, apa iya cukup pernyataan? Ini kan bicaranya bukan bicara pengetahuan atau kesetiaan saja, tapi juga melihat perilakunya seperti apa, keseharian dia seperti apa, nilai-nilai yang ada di dalam manusia itu seperti apa, itu kan juga perlu dites. Oleh sebab itu, pada akhirnya disepakati, ada pasal yang mengatur mengenai perlunya tes wawasan kebangsaan tersebut," katanya.


Dia menyebut pihaknya tidak berfokus pada siapa yang mengusulkan, melainkan pada konteks dan substansi yang dibuat serta berdasarkan kesepakatan seluruh peserta rapat harmonisasi.


"Kita sih tidak concern pada siapa yang mengusulkan, tapi lebih concern pada substansinya. Kalau dalam rapat harmonisasi, kan siapa saja boleh bicara. Tapi masalahnya adalah kontennya, substansinya, materi muatannya, yes or no. Nah kalau semua peserta bilang yes, oke, ya sudah, masuk di dalam rumusan," ujarnya.


Supranawa juga membantah temuan Ombudsman RI (ORI) yang menyatakan ada penyisipan materi dalam pelaksanaan TWK. 


Menurutnya, dalam penyusunan, pertemuan, ada dinamika yang dan diskusi yang terjadi.


"Jadi di dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan, itu saya kira nggak ada istilah penyisipan ayat itu. Karena proses penyusunan pengaturan itu pasti banyak dinamikanya, bahkan kalau yang hadir berbeda, pikirannya berbeda, usulannya juga berbeda. 


Jadi setiap saat pertemuan, bisa saja on-off substansinya. Mungkin substansi yang kemarin nggak masuk, hari ini menjadi masuk, besok menjadi nggak masuk lagi, itu lazim saja di dalam penyusunan peraturan," pungkasnya. [Democrazy/rep]

Penulis blog