DEMOCRAZY.ID - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengekspresikan pikiran dan perasaannya atas keadaan Covid-19 saat ini ke dalam puisinya.
Dalam salah satu puisinya, ia menulis bahwa saat ini malaikat pencabut nyawa sedang turun secara masif.
"Saya bisa nulis puisi dan salah satu puisi saya mengatakan malaikat pencabut nyawa lagi turun banyak sekali, masif," kata Sri Mulyani dalam wawancara secara virtual, Jumat, 2 Juni 2021.
Hal itu karena di masa pandemi ini, dia mendapat kabar orang-orang yang ia kenal meninggal, salah satunya yang baru meninggal ekonom Indef Enny Sri Hartati.
"Kalau ini somebody yang kita kenal meninggal. Kayak kemarin malam kita lagi rapat dengar ibu Enny dari Indef meninggal. Ada lagi teman kita dulu, deputi di Setneg meninggal, nanti kita dengar siapa lagi meninggal," ujarnya.
Karena itu, dia menekankan bahwa krisis yang dihadapi saat ini sangat berbeda dengan krisis-krisis yang telah dia hadapi sebelumnya.
"Yang kita hadapi sekarang penyakit, bukan neraca. Kalau neraca aku bisa pelototin, kalau aku ga bisa tidur, aku pelototin neracanya masih sama, o.. yang ini harus diganti. Ini Covid saya lagi melototin terus tiba-tiba dia masuk hidung saya. It's totally different," kata dia.
Dia menuturkan selain 2.600 lebih pegawai Kemenkeu yang terkena Covid-19, anaknya, menantu, hingga cucunya yang berusia tujuh tahun, juga kena Covid-19.
Juga supir dan asisten pribadinya juga terkena Covid-19.
"So, it's real fresh. Anda tidak bisa mengatakan itu jauh. Covid kalau menteri keuangan lagi kerja keras jangan dekat-dekat, kan ga juga bisa. Itu menakutkan karena mengancam jiwa langsung dan individu indiscriminately. Ini ga sama seperti neraca. Kalau neraca kita bisa hitung, kalau ini somebody yang kita kenal meninggal," kata Menteri Keuangan Terbaik Asia-Pasifik (2017-2019).
Karena itu, kata dia, pengaruh Covid-19 pada perekonomian sangat masif dan sangat dalam, dan juga tidak pandang bulu.
Dalam menghadapi pandemi ini, kata dia, walau punya pengalaman cukup panjang, harus tetap punya humility yang sangat tebal.
Melihat kembali apa yang bisa dilakukan lagi, apa yang dulu relevan bisa dilakukan, dan apa yang sekarang tidak relevan dan tidak bisa dilakukan lagi. [Democrazy/rkt]