DEMOCRAZY.ID - Hari ini, Kamis (1 Juli 2021) Presiden China Xi Jinping merayakan 100 tahun Partai Komunis di Lapangan Tiananmen.
Dikutipdari DailyMail, dengan anggota tak kurang dari 95 juta, Jinping dalam geladi bersih menekankan kemajuan yang telah dicapai China hanya bisa tercapai berkat kekuasaan Partai Komunis dengan dukungan puluhan juta loyalis.
Tak menyinggung kabar konspirasi soal asal-usul virus corona yang disebut dipicu kebocoran di lab Wuhan, Jinping dengan bangga menyebut kebijakan Beijing dalam menangani Covid-19 sebagai keberhasilan Negeri Tirai Bambu.
Namun di tengah euforia perayaan satu abad Partai Komunis, sebelumnya di Cornwall, Inggris dalam rangkaian KTT G7, para pemimpin negara maju bertekad menggabungkan kekuatan untuk menghalau kekuatan global China terus tumbuh.
Salah satunya dengan menanamkan triliunan dana di ke negara-negara yang kini dikhawatirkan akan berada dalam pengaruh besar Beijing.
Diselenggarakan Inggris di Cornwall, Presiden AS Joe Biden menyerukan agar G7 bersatu menjadi pesaing tangguh China, yang sejak 2013 mengikat negara-negara miskin dengan Belt and Road Initiative (BRI).
BRI atau Inisiatif Sabuk - Jalan adalah strategi pembangunan global yang diadopsi Tiongkok dengan melibatkan pembangunan infrastruktur dan investasi di 152 negara dan organisasi internasional di Asia, Eropa, Afrika, Afrika, Timur Tengah, dan Amerika.
Dalam prosesnya gelontoran dana Beijing untuk proyek-proyek besar membuat negara-negara miskin tadi berutang secara politik dan ekonomi pada Beijing.
G7 atau Group of Seven sendiri adalah organisasi tujuh negara terbesar dunia dengan ekonomi maju yang terdiri atas Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.
Menanggapi Belt and Road Initiative yang kian menggurita, Biden menyodorkan kesepakatan baru berupa skema G7 yang setara dengan proyek bantuan China.
Langkah tandingan ini bakal dilakukan dalam skema yang terintegrasi dalam upaya mengatasi perubahan iklim.
Proposal dilancarkan Biden bersamaan dengan kritik Washington atas China terkait pelanggaran hak asasi manusia dan kurangnya transparansi rezim Jinping soal asal-usul pandemi Covid-19, yang semakin dicurigai intelijen AS disebabkan oleh insiden di laboratorium Wuhan.
Inggris mendukung upaya melawan kekuatan ekonomi China namun sejauh ini relatif menepi dari pernyataan frontal pada Beijing setelah muncul peringatan di pemerintahan tentang kemungkinan dampaknya pada kesepakatan perdagangan di masa depan.
Di bawah skema baru Green Belt Initiative (Inisiatif Sabuk Hijau), G7 akan membentuk kemitraan dalam investasi hijau atau ramah lingkungan untuk negara-negara berkembang, yang disebut Inggris akan menjadi alternatif demokratis BRI China.
Sumber mengatakan rencana bertagar Build Back Better for the World ini akan membiayai berbagai proyek mulai dari jalur kereta api di Afrika hingga pembangkit bertenaga angin di Asia.
Selain itu inisiatif juga akan memberi negara-negara berkembang akses pada keuangan yang lebih baik dan lebih cepat, selain mempercepat pertumbuhan global. Semua dilakukan dalamkerangka beralih ke energi terbarukan dan teknologi berkelanjutan.
Seorang sumber mengatakan, “Itu berarti skema ini menjadi alternatif dari pembayaran totaliter ala China.”
Biden juga mendesak negara-negara G7 untuk bersatu dalam satu suara termasuk mengkritik pelanggaran hak asasi manusia China, seperti kerja paksa muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya. Semua tertuang dalam komunike bersama .
Meski demikian penolakan datang dari UE, yang tahun lalu menandatangani kesepakatan dengan Beijing yang memberi Eropa dan China akses yang lebih besar ke pasar masing-masing. Kesepakatan tersebut saat ini ditunda.
Biden percaya perang Barat untuk menghalau mendominasi China akan menjadi perjuangan geopolitik yang menentukan abad ke-21.
Sementara juru bicara pemerintah Inggris mengatakan, “Kami memiliki hubungan pragmatis dengan China.”
Lebih jauh proyek terbaru G7 dilakukan untuk memastikan dunia yang lebih jauh baik dan lebih hijau.
“Ini dirancang untuk memastikan negara-negara berkembang memiliki pilihan dalam mencari dukungan dari negara-negara yang berpikiran adil dan sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi." [Democrazy/gmd]