DEMOCRAZY.ID - Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) menyebut ada pihak yang melakukan manuver politik di tengah pandemi virus Corona.
Manuver politik itu mulai dari wacana perpanjangan masa jabatan presiden hingga dekrit presiden.
HNW awalnya menjelaskan bahwa di tengah PPKM Darurat ini agar tidak membuat resah masyarakat dengan manuver yang tidak sesuai dengan UUD 1945.
Manuver politik tersebut, menurut HNW, berdampak jauh hingga rentan penyebaran virus Corona.
"Maksudnya adalah agar semua pihak justru di era apa lagi sekarang PPKM Darurat itu agar betul-betul tidak meresahkan masyarakat manuver-manuver yang tidak sesuai dengan konstitusi. Karena kalau yang muncul adalah manuver yang tidak sesuai masyarakat tentu akan meresahkan kehidupan politik, dan kehidupan politik resah tentu akan berdampak pada kehidupan sosial ekonomi, kalau sosial-ekonomi resah, rakyat resah itu salah satu pintu besar menyebarnya COVID-19," kata HNW kepada wartawan, Senin (5/7/2021).
Manuver politik itu, disebut HNW, antara lain wacana penambahan masa jabatan presiden, wacana referendum, hingga wacana dekrit presiden.
Semua hal tersebut, menurut HNW, tak sesuai dengan UUD 1945.
"Oleh karenanya, agar imunitas bangsa ini tetap kokoh dan kuat, jangan dibikin resah dengan manuver-manuver yaitu inkonstitusional seperti wacana penambahan masa jabatan presiden 2 tahun atau 3 tahun, atau wacana referendum, atau wacana dekrit, atau wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Itu semuanya tidak sesuai dengan konstitusi," ujar Wakil Ketua MPR RI ini.
HNW menjelaskan bahwa dalam UUD 1945, presiden dipilih maksimal hanya 2 kali masa jabatan.
Selain itu, perpanjangan masa jabatan presiden bertentangan dengan Pasal 22E ayat 1 dan ayat 2 yang menyebut pemilihan presiden 5 tahun sekali, dan tidak ada penambahan 2 atau 3 tahun.
Tap MPR tentang referendum pun, menurut HNW, sudah dicabut sehingga tidak ada lagi mekanisme referendum untuk mengubah UUD 1945.
Pintu perubahan UUD 1945, menurut HNW, hanya satu, yakni UUD 1945 Pasal 37 ayat 1, 2, 3, dan 4.
"Itu juga manuver kemudian menambah masa jabatan atau periode itu juga inkonstitusional, karena sekali lagi reformasi dulu salah satu tuntutannya adalah amandemen UUD dan terutama sekali yang diamandemen adalah masa jabatan presiden supaya tidak terjadi seperti di Orde Baru, Orde Lama, berkepanjangan kekuasaan di tangan satu orang presiden yang kemudian menghadirkan otoritarianisme, bahkan KKN, kemudian dikoreksi dengan reformasi," ucapnya.
Siapa pihak yang bermanuver politik? HNW menjelaskan bahwa pihak tersebut telah membentuk sekretaris nasional.
Bahkan HNW menyebut Arief Poyuono-lah yang melontarkan wacana dekrit presiden.
"Kan sudah jelas, kan mereka munculkan sendiri di NTT dibentuk panitia untuk referendum, kemudian yang mengusulkan wacana itu sekretariat nasional, yang mengusulkan dekrit Pak Arief Poyuono sendiri yang ngomong. Jadi nggak ada yang kemudian ditutupi atau kemudian seolah-olah itu fiktif saja," ucapnya.
HNW meminta semua pihak merasakan betul keadaan darurat pandemi Corona.
Pihak yang bermanuver politik diminta HNW membantu pemerintah dan masyarakat mengatasi pandemi COVID-19.
Selain itu, HNW mendorong pihak yang bermanuver politik membantu Presiden Jokowi tak menjerumuskan ke wacana penambahan masa jabatan. P
residen Jokowi, kata HNW, sudah terang-terangan menolak wacana soal masa jabatan presiden ditambah.
"Bantulah Presiden Jokowi yang sudah berkali-kali mengatakan tidak mau, tidak berniat, untuk perpanjang masa jabatan presiden. Presiden Jokowi berkali-kali mengatakan bahwa beliau produk reformasi, karenanya beliau mentaati reformasi, beliau berkali-kali mengatakan tegak lurus dengan konstitusi, beliau mengatakan berkali-kali yang mengusulkan itu semuanya adalah tiga kemungkinan, pertama cari muka di depan beliau, nomor dua menampar wajah beliau, nomor tidak menjerumuskan beliau," imbuhnya. [Democrazy/fmn]