DEMOCRAZY.ID - Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menyatakan, pada prinsipnya pemerintah tidak alergi dengan kritik.
Namun, Ngabalin masih mempertanyakan maksud pernyataan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) kepada Presiden Joko Widodo yang menyebut "The King of Lip Service".
"Kalau kritik tidak ada masalah. Tapi kalau nyinyir, menyebut 'The King of Lip Service' apa artinya? Keluar dari mulut mahasiswa, tokoh-tokoh muda masyarakat intelektual yang kita harapkan 5-10 tahun mendatang mereka memegang tampuk kepemimpinan ini," ujar Ngabalin dalam diskusi daring Cross Check From Home, Minggu (4/7/2021).
Menurut dia, kritik juga harus disertai dengan solusi.
Ngabalin mengatakan, jika BEM UI mengkritik cara kerja pemerintah, maka harus bisa menunjukkan cara yang benar.
"Kalau mengkritik misal satu kebijakan yang dilakukan pemerintah, tapi dia bisa memberikan contoh seperti begini caranya kerja yang benar. Kritik kan begitu," ujarnya.
Selain itu, Ngabalin menambahkan, KSP memiliki suatu wadah bernama "KSP Mendengar" yang digagas Kepala Staf Presiden Moeldoko.
Dia mengatakan, publik bisa menyampaikan kritik dan saran lewat wadah itu.
"Di tempat itu, kalau teman-teman misal melihat ada yang tidak beres atau tidak bagus, di sana teman-teman mengungkapkan ekspresi itu. Atau juga kepengin jumpa dengan presidennya, saya bisa atur itu," katanya.
Presiden Jokowi telah merespons polemik kritik dari BEM Universitas Indonesia yang meyebutnya sebagai ”The King of Lip Service”.
Menurut dia, kritik merupakan hal yang biasa dalam negara demokrasi.
Presiden juga mengingatkan agar universitas tidak perlu menghalangi ekspresi mahasiswa. [Democrazy/ytb]