DEMOCRAZY.ID - Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo alias Jokowi baru-baru ini akhirnya buka suara menanggapi kritik pedas BEM UI yang ditujukan padanya.
Dalam responsnya, Presiden Jokowi tampak santai dan bahkan meminta universitas agar tak perlu menghalangi para mahasiswanya dalam berekspresi dan menyampaikan pendapat.
Presiden Jokowi menilai bahwa tindakan para mahasiswa UI tersebut merupakan bentuk ekspresi mereka kepada Pemerintah.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi merasa biasa saja digelari sebagai ‘The King of Lip Service’ karena berbagai julukan lain pun sudah pernah disematkan padanya.
Kendati demikian, Presiden Jokowi mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia tetap memiliki budaya tata krama dan juga sopan santun.
“Tapi juga ingat, kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopansantunan. Ya saya kira biasa saja,” tutur Presiden Jokowi dalam sebuah video yang diunggah di sejumlah media sosial resminya, pada Rabu, 30 Juni 2021.
Nah, menanggapi respons Presiden Jokowi atas kritikan keras yang dilayangkan BEM UI, pengamat politik Rocky Gerung pun angkat bicara.
Menurut Rocky sendiri, sopan santun adalah sebuah kemunafikan di dalam dunia politik.
“Saya mau kasih poin, sopan santun itu adalah kemunafikan di dalam politik,” ujar Rocky dalam diskusi daring yang digelar Greenpeace Indonesia pada Selasa malam kemarin, 29 Juni 2021, dikutip terkini.id dari Republika.
Rocky menuturkan bahwa tata krama berlaku bagi antarorang, bukan antara kritikus dan orang yang dikritik.
Kata Rocky, hal yang tidak boleh dalam memberikan kritik adalah kekerasan yang berujung kriminalitas.
“Walaupun hidungnya sepanjang pinokio, kita enggak boleh tonjok itu karena di situ batas kriminalitas. Begitu Anda sentuh tubuh seseorang, itu bukan lagi kritik, tetapi menghina otonomi tubuhnya.”
Dengan demikian, Rocky melanjutkan, timbul permasalahan atau kecurigaan di kalangan publik sehingga BEM UI menganggap sikap Presiden Jokowi sama seperti Soeharto dahulu yang memperbolehlan kritik asal tidak melanggar aturan.
Padahal, menurutnya, kritikan memang disampaikan terhadap aturan tersebut.
Untuk itu, Rocky mengatakan bahwa kritikan dari rakyat merupakan upaya menciptakan perubahan.
Dalam kritikan yang disampaikan rakyat pun tidak perlu ada solusi karena tugas pejabat negara-lah yang mencari solusi tersebut.
“Siapa yang mesti bikin solusi? Orang yang kita gaji,” pungkas Rocky Gerung. [Democrazy/trk]