Makanya, pemerintah kini berencana menyelenggarakan tax amnesty jilid II untuk menjaring lagi potensi pajak dari pengusaha kelas kakap.
"Pengampunan pajak itu tidak pernah dua kali, sekali saja cukup. Dugaan saya pemerintah tidak berani mengejar orang-orang kaya, perusahaan yang 'nilep' pajak yang belum ikut tax amnesty," ucap Faisal, Jumat (21/5).
Padahal, seharusnya pemerintah mengejar pengusaha kelas kakap yang belum mengikuti amnesti pajak jilid I dengan memberlakukan denda.
Misalnya, mereka diwajibkan bayar pajak 2-3 kali lipat dari yang seharusnya.
"Kan harusnya dikejar, kalian sudah saya kasih kesempatan, kalian masih tidak memanfaatkan itu. Sekarang kalian bayar pajak 2-3 kali lipat. Tapi, kan pemerintah takut," tutur Faisal.
Terlebih, Faisal menganggap rencana pemerintah untuk menyelenggarakan program tax amnesty jilid II juga akan membuat wajib pajak (WP) yang ikut dalam tax amnesty jilid I kesal.
Apalagi, kalau diskon yang ditawarkan pemerintah dalam tax amnesty jilid II lebih besar ketimbang sebelumnya.
"Bikin kesal yang sudah ikut tax amnesty jilid I. Apalagi, kalau tax amnesty sekarang pengampunan pajaknya lebih surgawi," ucap Faisal.
Selain itu, rencana tax amnesty jilid II juga berpotensi membuat masyarakat malas membayar pajak.
Mereka akan berpikir bahwa pemerintah akan menyelenggarakan tax amnesty jilid ketiga dan seterusnya.
"Kredibilitas pemerintah turun. Pengampunan pajak itu tidak pernah dua kali. Satu kali saja cukup," tegas Faisal.
Selain itu, ia menilai tax amnesty jilid II tak menaikkan rasio pajak signifikan.
Sebab, mayoritas wajib pajak sudah ikut dalam program tax amnesty jilid I.
"Kalau jilid II kenaikannya (rasio pajak) bisa-bisa semakin kecil, karena kan hampir semua sudah ikut. Jadi efeknya akan relatif kecil," terang Faisal.
Berdasarkan data yang ia miliki, rasio pajak pada 2016 sebesar 10,4 persen dan 2017 sebesar 9,9 persen. Lalu, rasio pajak pada 2018 naik menjadi 10,2 persen.
Setelah itu, rasio pajak turun menjadi 9,8 persen pada 2019.
Rasio pajak pun terus turun menjadi 8,3 persen pada 2020. [Democrazy/cn]