DEMOCRAZY.ID - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti mengatakan, kehadiran pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing ke Jakarta menunjukkan sikap Indonesia yang sesungguhnya, yaitu menerima pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kedatangan Min Aung Hlaing ini sebenarnya memperlihatkan bahwa memang Indonesia ini sangat apologetic terhadap para aktor pelanggar HAM tidak hanya di dalam maupun di luar negeri," kata Fatia saat dihubungi, Sabtu (24/4/2021).
Ia mengatakan, Indonesia juga pernah melakukan tindakan serupa, yaitu saat menerima Presiden Sudan Omar Al-Bashir pada Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (KTT LB OKI) 2016.
Padahal, menurut dia, sosok Omar Al-Bashir merupakan seorang diktator dan buronan Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC).
"Indonesia pernah melakukan tindakan yang sama ketika di Konferensi OKI tahun 2016 di mana Indonesia juga mengundang Omar Al-Bashir," ucapnya.
Atas penerimaan kedua tokoh yang dinilainya pelanggar HAM tersebut, Fatia mempertanyakan wajah Indonesia yang sebenarnya melalui Presiden Joko Widodo terhadap pemenuhan perlindungan HAM.
Kedatangan pemimpin junta militer Myanmar kali ini disayangkannya lantaran seolah tak mengindahkan situasi kekerasan yang terjadi di Myanmar.
"Jadi di sini sebenarnya yang dipertanyakan satu, bagaimana sebenarnya wajah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo maupun para jajarannya itu, tidak mengindahkan bagaimana dengan situasi kekerasan yang terjadi di Myanmar. Pun tujuan daripada mengundang pemimpin junta militer ini adalah membuka dialog," jelasnya.
Ia mengkritisi apa tujuan sebenarnya diundangnya pemimpin junta militer Myanmar tersebut.
Fatia menekankan, seharusnya Indonesia mengundang National Unity Government (NUG) dalam gelaran ASEAN Leaders Meeting (ALM), Sabtu siang.
"Seharusnya pemerintah justru mengundang NUG yang merupakan pilihan dari masyarakat Myanmar," terangnya.
Di sisi lain, Fatia mengatakan, peran ASEAN sangat penting dalam acara tersebut untuk mengatasi permasalahan di Myanmar.
ASEAN seharusnya dapat segera mengambil tindakan terhadap kekerasan yang dilakukan pemerintah Myanmar.
Atas diundangnya Min Aung Hlaing dalam acara ALM, menurut Fatia, membuktikan bahwa ASEAN bukan merupakan ruang aman bagi perlindungan HAM.
"Dilihat adanya kerja sama di mana tidak mau mengindahkan adanya atau pentingnya untuk segera menindak pemerintah Myanmar hari ini, berarti ASEAN adalah bukan ruang yang aman bagi pemenuhan perlindungan HAM," pungkasnya. [Democrazy/kmp]