"Pasal penghinaan presiden tidak akan digunakan untuk memenjarakan mereka yang mengkritik kebijakan pemerintah," ujar Edward Omar Sharif Hiariej, Jumat 9 April 2021.
Wamenkumham yang lebih populer dengan sapaan Prof. Eddy itu juga mengatakan suatu kritik terhadap pemerintah tidak dapat dipidana.
"Sekali lagi, baca ayat tiganya, apabila itu suatu kritik terhadap pemerintah, tidak dapat dipidana. Ada di situ semua pasalnya," katanya.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan beberapa kelompok masyarakat sipil sempat mengkritik keputusan pemerintah, yang mempertahankan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP, karena ketentuan itu dinilai bakal membatasi kebebasan berpendapat.
Sebagai informasi, Amnesty International pada tahun lalu, mengemukakakan pendapat mengenai pasal penghinaan terhadap presiden, yakni Pasal 218 dan Pasal 219 RKUHP, represif dan dapat mengancam kebebasan berpendapat.
"Kritik terhadap pemerintah itu sangat penting agar pemerintah dapat berbenah diri dan hati-hati dalam mengambil keputusan atas suatu kebijakan," tulis Amnesty International dalam catatan kritisnya terhadap RKUHP tahun lalu.
Selain itu, berkaitan dengan kritik terhadap pasal itu, masih banyaknya kelompok oposisi kurang memahami ketentuan pasal per pasal secara lengkap, Wamenkumham meyakini bahwa sosialisasi terhadap isi RKUHP masih kurang.
Prof.Eddy juga mengungkapkan pasal penghinaan presiden, yang diatur dalam RKUHP, merupakan delik aduan.
Maka dari itu, hanya presiden dan wakil presiden yang dapat melaporkan langsung pelaku atas perbuatan tersebut.
"Enggak bisa tim suksesnya (yang melapor)," ucap Edward Omar Sharif Hiariej.
Prof Eddy juga mengatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi ke sejumlah kota-kota besar, untuk memberi pemahaman lebih lengkap mengenai isi RKUHP kepada masyarakat.
Wamenkumham juga mengungkapkan, untuk mengenalkan isi RKUHP secara lengkap kepada masyarakat di berbagai daerah, pemerintah telah bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat.
Beberapa daerah yang akan dikunjungi Eddy dalam waktu dekat untuk sosialiasi isi RKUHP, antara lain Bali, Yogyakarta, Ambon, Maluku, Makassar, Sulawesi Selatan, Padang, Sumatera Barat, Banjarmasin.
Kemudian sosialisasi isi RKUHP juga akan dilakukan di Kalimantan Selatan, Surabaya, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Manado, Sulawesi Utara, dan terakhir di Jakarta.
Wamenkumham juga berharap bahwa RKUHP dapat segera disahkan jadi undang-undang melalui rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tahun ini. [Democrazy/pkry]