“Terlihat bahwa negara selebar mungkin tersenyum kepada investor. Tersenyum bukan kepada siapa saja, tapi kepada pemilik modal,” ujar Fachry dalam diskusi Smart FM, Sabtu, 10 April 2021.
Menurut Fachry, dilihat dari sisi ekonomi politik, pemerintah memang tengah menjajaki negosiasi kepada para pemilik modal untuk menanamkan investasinya di Indonesia.
Upaya ini mencerminkan situasi bahwa kebutuhan terhadap modal masuk ke dalam negeri sangat tinggi.
Pemerintah saat ini membutuhkan biaya di luar APBN untuk mendanai berbagai proyek, seperti infrastruktur.
Sejalan dengan itu, Fachry menilai beralihnya BKPM menjadi Kementerian Investasi merupakan konsekuensi struktural dari terbitnya Undang-udang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Beleid ini mengatur berbagai hal, terutama kemudahan izin berusaha, dan memberikan dampak kualitatif terhadap laju investasi.
Upaya untuk menarik investor dengan membentuk Kementerian Investasi disebut-sebut merupakan salah satu upaya meningkatkan daya saing Indonesia secara global.
Selama ini, Indonesia acap kalah menggaet pemodal lantaran indeks kemudahan investasinya masih rendah.
Fachry pun mengulas kekecewaan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat Arab Saudi lebih banyak menanamkan modal ke Cina ketimbang Indonesia.
Padahal dari latar belakangnya, Arab memiliki kedekatan dengan Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar.
“Jokowi pernah marah kenapa investasi yang masuk dari Arab ke Indonesia lebih sedikit dibanding yang masuk ke Cina. Jadi ingkat kompetisi ini diterjemahkan ke keputusan tingkat domestik,” ujar Fachry.
Di sisi lain, agenda mengubah nomenklatur BKPM diduga tak jauh dari tindak lanjut atas pencapaian realisasi investasi di Indonesia 2020.
Kepala BKPM Bahlil Lahadialia dianggap bisa meningkatkan target capaian investasi saat status kelembagaannya naik kelas.
Meski demikian, pembentukan Kementerian Investasi bisa dinilai lebih berhasil bila realisasi modal masuk meningkat signifikan.
Bila peningkatan realisasi investasi hanya mencapai 15 persen, kebijakan mengubah nomenklatur tidak menjawab keinginan negara.
“Dan kalau Kementerian Investasi sama saja dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian ESDM, berarti tujuannya tidak sampai,” ujar Fachry. [Democrazy/tmp]