Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan tidak bisa sembarang polisi dilibatkan dalam penyidikan.
"Woah ya nggak bisa dong. Harus ada surat perintah penyidikan. Nggak sembarang polisi, jadi nggak bisa," ujar Ramadhan saat dihubungi, Rabu (7/4/2021).
Menurutnya, polisi-polisi yang ingin melakukan penyidikan dalam kasus Km 50 harus melapor kepada Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi.
Pasalnya, ada aturan perundang-undangan yang harus diikuti setiap penyidik.
"Ya tergantung Dirpidum. Dia lapor dong ke Dirpidum gitu kan. 'Pak saya mau nyidik'. Jadi nggak bisa sembarangan. Harus ikut aturan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.
Dengan demikian, lanjut Ramadhan, polisi yang hendak melakukan penyidikan harus mendapat surat perintah.
Namun, dia tidak menutup kemungkinan untuk siapa pun bisa mengajukan diri ikut ke dalam penyidikan.
"Iya. Intinya ikut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Siapa pun mau melibatkan diri tapi sesuai dengan aturan," tutup Ramadhan.
Diketahui, TP3 Laskar FPI menyarankan Bareskrim Polri melibatkan mantan-mantan penyidik KPK untuk mengusut kasus Km 50.
TP3 meyakini, jika mantan penyidik KPK dilibatkan, mereka bisa menemukan adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tersebut.
"Saya sarankan kalau polisi itu masih mengaku Presiden sebagai atasan langsung, maka apa yang disampaikan Komnas HAM itu hanya merupakan salah satu sumber keterangan, bahan keterangan. Mereka harus explore. Beberapa hari yang lalu saya sarankan Bareskrim bisa menggunakan mantan-mantan penyidik KPK yang sekarang sudah kembali ke Mabes Polri, khususnya di Bareskrim untuk mereka melakukan tugas penyidikan itu," kata Ketua TP3 Abdullah Hehamahua saat dihubungi, Rabu (7/4).
"Itu saya yakin kalau mantan penyidik KPK diberikan tugas itu, mereka akan bisa menemukan bahwa memang yang terjadi itu pelanggaran HAM berat bukan pelanggaran biasa. Ini yang saya sarankan kalau Mabes Polri, Bareskrim khususnya, menggunakan mantan penyidik KPK insyaallah mereka akan dapat itu proses penganiayaan itu," lanjutnya. [Democrazy/dtk]