Salah satunya, kecemasan jika materi dan metode pengajaran tersebut akan mirip era orde baru.
"Khawatirnya sama seperti waktu orde baru itu [mata pelajaran] PMP (pendidikan moral Pancasila). Di sebagian kalangan dianggap nanti menjadi doktrinasi seperti zaman PMP," katanya ketika dihubungi, Senin (26/4).
"Untuk itu, kita minta desain [materinya] diperbarui, delivery-nya, supaya jangan terkesan orde baru," tambah Satriwan.
Guru yang juga menjabat koordinator nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) itu mengatakan kekhawatiran itu umumnya diungkap praktisi pendidikan karena kecemasan akan isu demokrasi di Indonesia belakangan.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa penambahan pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di pendidikan dasar dan menengah bakal semakin membebani siswa.
Pasalnya, di sekolah sudah ada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN).
Sehingga menurutnya langkah ini tidak sinkron dengan wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang hendak menyederhanakan kurikulum.
"Positifnya ini menambah jam [mengajar] guru. Tapi juga menambah jam pelajaran, bisa jadi beban untuk anak. Padahal Mas Nadiem ingin menyederhanakan kurikulum," pungkas Satriwan.
Namun begitu, ia memahami proporsi pendidikan Pancasila dalam pelajaran PPKN memang belum maksimal.
Ia sendiri berpendapat pendalaman terhadap ideologi Pancasila untuk siswa dibutuhkan di tengah banyaknya isu ekstremisme hingga terorisme.
Selain dengan memisahkan pelajaran PPKN dan Pancasila, Satriwan mengungkapkan, sebenarnya pemerintah bisa saja cukup dengan merombak proporsi pendidikan Pancasila pada mata pelajaran PPKN.
"Tinggal PPKN sekarang muatan Pancasilanya lebih diperkuat. Kalau sekarang kan hanya seperti menumpang," tambah dia.
Sebelumnya, Kemendikbud memasukkan Pancasila sebagai muatan wajib dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah melalui permintaan revisi Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP) ke Presiden Joko Widodo.
Untuk diketahui, saat ini tidak ada mata pelajaran Pancasila di sekolah berdasarkan Kurikulum 2013.
Selama ini, pendidikan terkait Pancasila diajarkan melalui mata pelajaran PPKN.
Sedangkan dalam permintaan revisi Pasal 40 Ayat (2) beleid tersebut, Kemendikbud memasukkan Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan sebagai muatan wajib kurikulum. Sampai saat ini belum ada penjelasan resmi dari Kemendikbud.
Upaya meminta konfirmasi sudah berulang kali disampaikan kepada Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud Maman Fathurrahman, Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Naim, dan Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Jumeri. Namun hingga kini belum ada yang menjawab.
Sementara Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) mengaku sudah membahas penyusunan mata pelajaran Pancasila dengan Kemendikbud.
Anggota BPIP Romo Benny Susetyo mengatakan hal itu pun dipastikan Nadiem ketika bertemu Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri.
Benny mengatakan lembaganya menyiapkan materi bahan ajar hingga buku pendidikan Pancasila dari jenjang PAUD hingga pendidikan tinggi.
"Materinya 30 persen pengetahuan, 70 persen itu praktik. Jadi pembelajarannya menarik sesuai dengan kondisi kekinian, menggunakan sarana-sarana yang zaman sekarang ini. Misalnya dengan film, animasi," tutur Benny pada Jumat (23/4). [Democrazy/cnn]