Menanggapi hal itu, Koordinator Masyarkat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, asal ada kemauan dari KPK, siapapun buronannya bisa pasti bisa ditangkap.
Termasuk Samin Tan yang nyatanya ditangkap di sebuah kafe di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
"Ya nyatanya kalau mau ya, gampang-gampang aja, karena berdasarkan cerita karyawan di situ, seminggu sekali, dua minggu sekali Samin Tan ternyata nongkrong di situ. Nah ini kan tinggal kemauan," ujar Boyamin ketika dihubungi, Kamis (8/4).
Dengan kebehasiln ini, Boyamin menyakini bila ada kemauan dari KPK maupun lembaga penegak hukum lainnya semua boronan dapatlah ditangkap.
Termasuk buronan yanh berada di luar negeri sekalipun yang berhasil diboyong ke Indonesia untuk diadili.
"Kalau dulu kan berhasil kembalikan Nazarudin di Colombia dan terus juga beberapa yang lain negara harusnya bisa dipulangkan," ujar Boyamin.
Contoh lain seperti keberhasil menangkap buronan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono yang pada 2016 dulu berhasil dibawa oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dari Shanghai, China, ke Indonesia.
"Semisal Samadikun Hartono dari China ke Indonesia waktu itu memang perannya dari BIN. Tapi artinya sepanjang serius artinya bisa memulangkan para buron-buronan itu," tutur Boyamin.
Akan tetapi, Boyamin melihat keseriusan itu seakan berbanding terbalik ketika menangani kasus dugaan kasus korupsi BLBI terhadap tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya Ijtih Sjamsul Nursalim yang sampai surat perintah penghentian penyidikan (SP3) diterbitkan, tak kunjung ditangkap.
"Paling sedih itu kan ketika KPK tidak bisa memulangkan syamsul salin dan istrinya masih tersangka dan buron apalagi malah dikasih SP3. Ini yang kontradiktif dari keberhasilan KPK nangkap Samin Tan tapi kemudian berbanding terbalik. Sangat gagal ketika tidak mampu memproses Sjamsul Nursalim, baik waktu masih buron walaupun pas sudah dapat SP3," tuturnya.
"Ini jadi sebenarnya sepanjang serius pasti bisa ditangkap, seperti kasus Djoko Tjandra itu bisa dibawa pulang oleh Polri. Karena saya tau betul prosesnya bagaimana bisa dibawa pulangnya, karena adanya kerjasama level tinggi antara pemerintah indonesia dengan kepala pemerintahan malaysia, lalu kemudian bawa pulanh Djoko Tjandra," sambungnya.
Padahal, kata Boyamin, KPK seharusnya bisa lebih leluasa dalam menangkap boronan-buronan baik yanh di dalam negeri maupun luar negeri.
Pasalnya KPK dinilainya, merupakan lebaga tertinggi dalam mengusut kasus dugaan korupsi di Indonesia.
"Nah ini lah yang sebenarnya bisa dilakukan oleh KPK sebenarnya sekarang ini. Kpk kan level paling tertinggi untuk pemberantasan korupsi di republik ini, maka saya yakin sepanjang serius pasti dihormati di luar negeri tinggal sirius aja kok tinggal kemauan aja," ujarnya.
Oleh sebab itu, Boyamin menegaskan keberhasil menangkap para buronan korupsi di KPK semuanya tergantung keseriusan dari lembaga anti rasuah tersebut.
"Jadi kuncinya cuman satu mau serius, karena beberapa negara asing itu kenapa dia tidak mau bantu, karena tidak ada keseriusan dari kita. Misal dari Australia, ngapain dia bantu kalau dari kitanya tidak serius. Padahal Kalau serius, buronan yang bahkan ada di Amerika pun bisa, kuncinya sekali lagi hanya satu keseriusan," tegasnya.
Catatan Buronan Milik KPK
Setidaknya Merdeka.com mencatat ada beberapa nama buronan yang masih menjadi pekerjaan rumah untuk KPK, seperyi mantan Politisi PDIP Harun Masiku yang terjerat kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 yang sampai saat ini belum berhasil ditangkap.
Kemudian, Kirana Kotama terkait kasus korupsi memberi hadiah atau janji terkait penunjukan Ashanti Sales Inc. sebagai agen eksklusi PT PAL Indonesia (Persero) dalam Pengadaan Kapal SSV untuk Pemerintah Filipina tahun 2014.
Suap diberikan kepada Arif Cahyana selaku Kadiv Perbendaharaan PT. PAL Indonesia (Persero) dan Saiful Anwar selaku Direktur Desain dan Tehnologi merangkap Direktur Keuangan PT. PAL Indonesia (Persero).
Nama lain yang masih buron adalah Izil Azhar dalam perkara bersama-sama Irwandi Yusuf selaku Gubernur Provinsi Aceh periode 2007-2012.
Izil diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Selain itu, Beneficial owner Darmex Agro dan Duta Palma Group, Surya Darmadi masuk dalam daftar buronan KPK.
Dia ditetapkan menjadi tersangka dugaan suap revisi pengajuan alih fungsi hutan di Provinsi Riau pada Kementerian Kehutanan.
Bahkan sejak 9 Agustus 2019 KPK belum berhasil mengendus keberadaannya hingga saat ini. [Democrazy/mrd]