Demikian dikatakan Direktur Habib Rizieq Shihab Center (HRS Center) Abdul Chair Ramadhan dalam pernyataan, Senin (26/4/2021).
Kata Abdul Chair, Syariat Islam hendak dijauhkan dari sistem politik.
Syariat Islam dipandang tidak sejalan dengan modernisasi.
Pada yang demikian itu tercipta polarisasi, antara pihak yang pro dan pihak yang kontra.
Pihak yang pro syariat Islam dianggap sebagai anti Pancasila, sebaliknya pihak yang kontra mengklaim dirinya sebagai Pancasilais. P
ada yang demikian itu, diskursus tentang Islam politik dan konkritisasinya dipandang sebagai ancaman dengan sebutan “paham lain yang bertentangan dengan Pancasila”.
Kata Abdul Chair, Syariat Islam hendak dicukupkan hanya sebatas inspirasi bukan dalam bentuk aspirasi.
Konsepsi demikian itu akan mengkerdilkan upaya konkritisasi penerapan nilai-nilai universal syariat Islam secara legal-konstitusional.
Di sisi lain pihak yang berseberangan selalu saja mendapat porsi dan bahkan terlindungi.
Keberadaannya diakomodasi, sangat sulit hukum menjangkau mereka ketika ada delik.
Menjadi lain halnya dengan pihak yang kritis, selalu saja dipersekusi dan bahkan dikriminalisasi.
“Kondisi demikian memperlihatkan keterbelahan dan sekaligus membawa kita pada jurang perpecahan. Sudah banyak aktivis dan ulama diproses pidana hanya sekedar menyampaikan pikiran dan gagasan. Namun, tidak demikian halnya bagi para pendukung rezim,” ungkapnya. [Democrazy/suaranas]