Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menilai, wacana tersebut menunjukkan bahwa pendekatan keamanan masih digunakan pemerintah dalam penanganan masalah di Papua.
"Sehingga pemerintah tidak hanya gagal dalam memahami akar konflik Papua yang sebenarnya, tapi juga membuka jalan bagi penggunaan pendekatan keamanan (militeristik) dalam penyelesaiannya," ujar Fatia dalam keterangan tertulis, Kamis (8/4/2021).
Menurut Fatia, pendekatan keamanan terkait masalah Papua sangat mencolok dalam dua tahun terakhir.
Misalnya, peningkatan pengamanan pasca-peristiwa rasisme di Surabaya pada 2019.
Awalnya, pemerintah melakukan pelambatan yang disusul blokade akses internet.
Namun, ketika kekerasan pecah, pemerintah justru menambah jumlah personel keamanan.
Kemudian pada 2020, Kontras menemukan 49 peristiwa kekerasan di Papua, seperti penembakan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pembubaran paksa, intimidasi serta tindakan tidak manusiawi.
Pelaku peristiwa kekerasan itu didominasi personel Polri dan TNI. Pada 2021, kata Fatia, kematian warga sipil atas konflik bersenjata juga kembali terjadi.
Ironisnya, langkah kontradiktif dalam merespons situasi Papua tersebut masih dilakukan.
Alih-alih menarik pasukan TNI-Polri dari Papua, lanjut dia, pemerintah justru menurunkan kembali, atau dalih yang digunakan pemerintah, pertukaran pasukan di tengah konflik.
"Sedangkan berbagai fakta kekerasan akibat operasi keamanan menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan militeristik selama ini terhadap Papua hanya melahirkan bencana kemanusiaan," ucap dia.
Fatia khawatir pelabelan terorisme terhadap KKB akan menimbulkan dampak psiko-sosial bagi masyarakat Papua.
"Orang yang berasal dari Papua yang menetap di daerah lain di Indonesia juga berpotensi dilabeli sebagai teroris oleh masyarakat setempat," imbuh dia.
Wacana pelabelan terorisme terhadap KKB di Papua dilontarkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar.
Boy mengatakan, gagasan tersebut tengah dibahas oleh BNPT bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait.
"Kami sedang terus gagas diskusi dengan beberapa kementerian dan lembaga berkaitan dengan masalah nomenklatur KKB untuk kemungkinannya apakah ini bisa dikategorikan sebagai organisasi terorisme," kata Boy dalam rapat dengan Komisi III DPR, Senin (22/3/2021).
Menurut Boy, kejahatan yang dilakukan oleh KKB layak disejajarkan dengan aksi teror.
Sebab, perbuatan KKB menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, senjata api, serta menimbulkan efek ketakutan yang luas di tengah masyarakat.
"Kondisi-kondisi riil di lapangan sebenarnya dapat dikatakan telah melakukan aksi-aksi teror," ujar Boy. [Democrazy/kmp]