Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai pencabutan surat telegram tersebut telah menjadi preseden buruk bagi institusi Polri.
"Kasus dicabutnya TR atau surat Kapolri soal pelarangan wartawan memberitakan kekerasan polisi adalah sebuah preseden yang menunjukkan polisi tidak profesional dan plinplan. Patut dipertanyakan siapa yang menjadi pembisik Kapolri hingga mengeluarkan TR itu," kata Neta saat dikonfirmasi, Kamis (8/4/2021).
Akibat ulah si pembisik yang tidak profesional tersebut, kata Neta, membuat begitu banyak pihak yang mengkritik Kapolri. Akhirnya, Kapolri pun mencabut kebijakannya.
"IPW berharap si pembisik segera ditindak dan dicopot Kapolri dari jabatannya karena membuat malu kapolri. Fenomena ini dan akibat ulah si Pembisik menunjukkan bahwa Kapolri tidak siap dengan konsep yang akan dijalankan dan hanya bersifat coba coba. Jika cara cara ini masih terjadi tentu publik akan bertanya tanya, ada apa dengan Kapolri dan bagaimana dengan konsep Presisinya," ungkap dia.
Menurutnya, sejatinya tidak ada yang istimewa dari surat Kapolri tertanggal 5 April 2021 tersebut karena surat itu untuk internal kepolisian.
Hanya saja, kata dia, telegram Kapolri tersebut bisa disalahgunakan kalangan kepolisian untuk membatasi dan tidak memberi akses kepada pers untuk sebuah peristiwa yang menyangkut internal polri, apalagi yang bersifat negatif.
"Surat Kapolri itu bukan buat eksternal polri, apalagi untuk melarang larang kalangan pers karena Kapolri tidak punya wewenang melarang pers. Dalam bertugas pers dilindungi UU pers," beber dia.
Ia menerangkan Kapolri maupun jajarannya harus tahu bahwa pers punya hak untuk meliput, menginvestigasi dan menyiarkan laporannya asal sesuai dengan UU pers.
Selain itu, Kapolri dan jajarannya harus tahu bahwa mereka adalah pejabat publik yang digaji dari uang rakyat, sehingga mereka tetap perlu mengakomodir pers sebagai pilar alat kontrol publik.
"Tapi karena TR kapolri sudah dicabut tentu masalah ini sudah tutup buku dan IPW berharap sikap plin-plan di elit polri tidak terulang lagi," tukas dia. [Democrazy/trbn]