Kepala Satpol PP Jakarta Timur Budhy Novian mengatakan spanduk tersebut dicopot pagi tadi sekitar pukul 08.00 WIB.
Menurut Budhy, spanduk tersebut dicopot lantaran melanggar Pasal 52 Perda 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
"Udah, udah diturunin, kebetulan ada di JPO dekat kantor Wali Kota, karena kita juga kan sedang berkonsentrasi ikut BKO (bawah kendali operasi) pengamanan sidang ya. Relatif dekat PN Jaktim. Kebetulan kita dapat tugasnya di JPO dan beberapa plotingan yang ditentukan oleh Polres. Nah, pas di situ ada spanduk, ya kita turunkan karena memang melanggar," ujar Budhy saat dihubungi, Selasa (6/4/2021).
Dari foto yang diperoleh detikcom, spanduk tersebut bertulisan 'Bela Habib Rizieq-Mari Tegakan Khilafah di Indonesia'. Pada spanduk itu juga terpajang foto Munarman.
Tidak diketahui siapa yang memasang spanduk tersebut. Budhy juga tidak mengetahui sejak kapan spanduk tersebut terpasang.
Saat dimintai konfirmasi apakah pemasangan spanduk tersebut berkaitan agenda sidang putusan sela kasus kerumunan Petamburan dan Megamendung Habib Rizieq Shihab (HRS) yang digelar di Pengadilan Negeri Jaktim hari ini, Budhy menduga demikian.
"Iya, sepertinya seperti itu. Cuma kita nggak tendensi kepada spanduk yang bunyinya khusus. Tapi spanduk apa pun juga kalau memang dipasang melanggar, kita akan turunkan," ucapnya.
Budhy menegaskan Satpol PP mencopot spanduk tersebut karena melanggar Perda.
"Jadi tidak tendensius dengan spanduk siapa pun. Jadi ketika spanduk itu dipasang tidak sesuai dengan ketentuan, kita ada aturannya. Pasal 52 Perda 8 Tahun 2007 bahwa setiap orang atau badan dilarang untuk memasang spanduk di sarana umum. Baik pembatas jalan, JPO, taman, di pohon, itu tidak boleh," tutur dia.
"Jadi siapa pun ditulis spanduk, bunyinya apa pun, dari mana pun, akan kita lakukan penertiban," sambung Budhy.
Dia lantas mengimbau agar masyarakat mematuhi aturan pemasangan spanduk.
Budhy juga menjamin pihaknya akan membantu masyarakat yang hendak memasang spanduk ataupun sejenisnya.
"Untuk menciptakan Jakarta nyaman, tertib, bersih, indah, dalam hal pemasangan spanduk, hendaknya dikoordinasikan dengan Satpol PP. Kita akan bantu mengamankan dengan memberikan rekomendasi untuk pemasangan pada titik-titik yang diperkenankan," jelasnya.
Tanggapan Munarman
Menanggapi hal itu, Munarman menyebut ada pihak yang ingin mengaitkan terorisme dengan FPI.
Munarman kemudian menceritakan tentang kisah Nabi Yusuf AS.
"Kalau kita gunakan teori rekonstruksi sosial dan teori hegemoni, mereka akan terus-menerus secara berkelanjutan menciptakan fakta-fakta buatan sesuai dengan tujuan yang hendak mereka capai, yaitu memfitnah FPI dan saya agar terkait dengan terorisme. Ingat, dulu Nabi Yusuf AS juga difitnah berulang kali, dan dengan menggunakan fakta yang diciptakan dan direkayasa," tutur Munarman dalam keterangan kepada wartawan, Selasa (6/4/2021) malam.
"Fakta rekayasa pertama terhadap Nabi Yusuf AS adalah dengan melumuri bajunya dengan darah kambing lalu disiarkan berita bohong bahwa Nabi Yusuf dimakan serigala. Fakta kedua yang direkayasa adalah dengan menjebak Nabi Yusuf AS di dalam kamar lalu difitnah dan disiarkan bahwa Nabi Yusuf pelaku asusila. Begitulah cara-cara rekonstruksi sosial dan hegemoni dilakukan secara terus-menerus dan berlanjut," sambungnya.
Munarman meminta agar fitnah-fitnah terhadapnya dihentikan.
Munarman kemudian mengingatkan pertanggungjawaban atas perbuatan setelah kematian nanti.
"Saya hanya bisa menasihati, hentikanlah cara-cara kotor seperti itu. Kita semua ini nanti pasti mati dan pasti akan dipertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kotor seperti itu," ujarnya.
Munarman lalu meminta penyelenggara negara mengubah paradigma dan memenuhi hak-hak rakyat.
"Ubahlah paradigma dan cara berpikir dalam menyelenggarakan negara. Berikanlah kepada rakyat hak haknya. Penuhilah hak-hak rakyat agar tidak menjadi penyesalan di kemudian hari," ujarnya. [Democrazy/dtk]