"Sepanjang 2020 setidaknya ada 19 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Papua dan Papua Barat dengan total 30 korban," ujar peneliti Amnesty International Indonesia Ari Pramuditya dalam konferensi pers, Rabu (7/4/2021).
Ari menjelaskan, dari total 19 kasus tersebut, 10 terduga pelaku anggota TNI, 4 pelaku terduga anggota kepolisian, dan 5 kasus melibatkan keduanya.
Dari 19 kasus tersebut, kata Ari, hingga kini tercatat belum ada satu pun vonis yang dikeluarkan Pengadilan Militer maupun pengadilan umum.
"Dari empat kasus yang sedang diproses hukum, tiga kasus anggota TNI masih dalam tahap penyidikan Oditur Militer, dan satu kasus baru pelimpahan ke Kejaksaan Negeri namun belum ada yang divonis," kata dia.
Dalam kasus kekerasan yang terjadi di Bumi Cendrwasih, Amnesty memandang jika aparat keamanan masih melakukan pelanggaran HAM terhadap warga negara.
Pelanggaran HAM itu baik terhadap masyarakat adat maupun masyarakat biasa lainnya yang sebagian besar berujung tanpa penghukuman atau impunitas.
Ari menegaskan, kekerasan aparat negara di Papua telah terabaikan dengan ambisi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah tanpa konsultasi dan paritispasi dari masyarakat Papua itu sendiri.
Menurut dia, pemerintah saat ini masih membatasi akses pemantauan HAM internasional di Papua dan penyelidikan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Papua.
"Kami percaya di Amnesty, ada hubungan langsung antara impunitas dan terawatnya praktik pelangaran HAM di Papua," ujar Ari.
"Impunitas di Papua membuat pola kekerasan terus berulang dan ini akan melanggengkan praktik kekerasan di Tanah Papua," kata dia. [Democrazy/kmp]