Salah satunya dari aktivis perempuan 1998, Meilda Pandiangan yang mengecam Moeldoko karena mengatasnamakan diri sebagai ketua umum Partai Demokrat.
Kecaman disampaikan lantaran pemerintah secara resmi telah menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang dilakukan sekelompok orang mengatasnamakan diri sebagai kader Demokrat. KLB inilah yang kemudian menobatkan Moeldoko sebagai ketua umum Demokrat.
"Mestinya Moeldoko malu karena masih mengklaim sebagai ketua umum Partai Demokrat. Pemerintah sudah menolaknya. Sebaiknya seluruh penggerak KLB ilegal sadar diri dan melakukan taubat massal," ujarnya kepada wartawan, Kamis (8/4).
Meilda juga meminta Moeldoko untuk berhenti pura-pura lupa jika dirinya masih menjabat sebagai Kepala KSP.
Sebab, pernyataan Moeldoko mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam menangani bencana, mendorong difungsikannya penampungan sementara, dan bahkan ingin mengajak kerjasama pemerintah terdengar menjadi lucu.
"Pernyataan tersebut seakan-akan Moeldoko sudah menjadi outsider Pemerintah. Tapi faktanya Moeldoko adalah anak buah presiden yang seharusnya melayani presiden," papar imel.
Sebagai Kepala KSP, Moeldoko seharusnya bisa datang langsung ke lokasi bencana dan mendata jumlah korban dan kerusakan. Data yang didapat lalu dilaporkan ke Presiden Jokowi sebagaimana anak buah melayani atasan.
“Bukan malah gaya-gayaan memuji dan mendukung langkah-langkah pemerintah serta mengajak kerjasama dengan pemerintah,” tuturnya.
Meilda pun menduga Moeldoko sudah tidak mau menjadi anak buah Presiden Joko Widodo. Klaim sebagai ketua umum Demokrat dan pujian pada pemerintah yang disampaikan, kata Meilda, bisa dianggap sebagai gelagat ingin disejajarkan dengan Jokowi.
"Sadarlah Moel, level Anda sebagai anak buah Presiden, jangan sekali-kali mensejajarkan diri dengan presiden, apalagi dengan mengklaim sebagai ketua umum partai orang," tutupnya. [Democrazy/rml]