Menanggapi hal itu, Pengamat Hukum Pidana Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra mengatakan, sejatinya dalam masa Covid-19 ini, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2020 tanggal 25 September 2020.
Meski demikian, Azmi menjelaskan bahwa, tujuan hukum acara pidana (Kuhap) bukan hanya semata memuat ketentuan tata cara proses pidana, namun memuat hak dan kewajiban dari para pihak yang ada dalam suatu proses pidana.
Jika mengacu pada pasal 152 KUHAP Ayat (2) adalah hakim memerintahkan pada penuntut umum untuk memanggil terdakwa untuk datang di sidang pengadilan, dan hakim memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan yang dimengerti oleh terdakwa (vide pasal 153 ayat 2).
"Bila tidak terpenuhinya ketentuan ini, maka mengakibatkan batalnya putusan demi hukum (Pasal 153 Ayat 4 KUHAP)," ujar Azmi, Rabu (17/3/2021).
Azmi menjelaskan, jika dikaitkan dengan Perma Nomor 4 tahun 2020 tentang administrasi dan persidangan pidana di pengadilan secara elektronik yang dalam konsiderannya huruf c dalam perkara terkendala tertentu.
Azmi menegaskan, pengadilan tetap harus menghormati hak asasi manusia.
"Sehingga harus dipastikan, terdakwa harus dapat melakukan pembelaan yang optimal sehingga harus dipastikan jangan ada hal- hal yang terabaikan, ataupun masalah teknis online yang mencederai hak-hak terdakwa dan perlindungan terhadap kepentingan hukum seorang terdakwa," tegasnya.
Azmi menerangkan, jika memperhatikan dalam Pasal 2 Perma ini, diatur bahwa selain hakim atau jaksa, penasihat hukum juga dapat mengajukan permintaan agar sidang dihadiri terdakwa dan penasihat hukum pada ruangan sidang pengadilan.
"Inilah yang menjadi dasar bagi pengacara Habib Rizieq untuk meminta agar terdakwa dihadirkan dalam sidang," katanya.
"Pasal 2 Perma ini memberikan ruang keseimbangan dan semestinya perlu kesepakatan bersama terlebih dahulu dari para pihak baik hakim, jaksa penuntut umum (JPU) dan penasihat hukum untuk menentukan apakah persidangan dilaksanakan diruang sidang pengadilan atau persidangan secara elektronik, kesepakatan ini yang belum selesai sehingga terjadilah perbedaan pandangan dan sikap antara pengacara dan hakim atas sidang Habib Rizieq kemarin," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, sidang perdana pembacaan dakwaan kasus dugaan pelanggaran kekarantinaan kesehatan yang menjerat Rizieq Shihab ditunda.
Hal itu lantaran, proses meja hijau yang dilakukan virtual mengalami gangguan teknis audio dan visual.
Tim pengacara dan Habib Rizieq menyayangkan adanya gangguan teknis dalam persidangan tersebut dan merugikan pihaknya.
Sehingga, mereka menilai ketika JPU membacakan dakwaan akan sangat merugikan apabila fasilitas penunjang sidang virtual tak maksimal.
Selain gangguan teknis, pihak Habib Rizieq juga meminta agar kliennya dihadirkan secara langsung di muka persidangan atau hadir secara fisik di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. [Democrazy/okz]