Demikian disampaikan Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam usai konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Rabu (10/3/2021).
"Yang paling terpenting adalah sikap Komnas HAM tetap pada rekomendasi. Hingga saat ini fakta-fakta yang kami dapatkan dari FPI, Kepolisian, masyarakat, bukti video. Bagaimana kami menyimpulkan sesuatu jika tidak berdasarkan fakta," ujarnya.
Menurutnya, pada pekan pertama kasus penembakan 6 Laskar FPI, banyak pihak yang mengasumsikan kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM berat.
"Banyak pihak beropini dan berasumsi penembakan FPI pelanggaran berat tapi tidak ada faktanya. Padahal untuk menetapkan suatu kasus merupakan pelanggaran HAM berat harus ada fakta dan bukti," kata Choirul Anam.
"Penembakan 6 anggota FPI sudah jelas, tidak ada unsur yang mengatakan itu pelanggaran HAM berat. Sudah menjadi tradisi kasus yang kami tangani itu pelanggaran HAM berat. Semua data saya beberkan, berikut rangakaian peristiwa.Dari hal tersebut tidak bisa disebutkan penembakan 6 anggota FPI masuk kategori pelanggaran HAM berat," tambah Choirul Anam.
Oleh karena itu, kata dia, kasus penembakan 6 Laskar FPI untuk bisa dibawa ke Mahkamah Internasional, sangatlah tidak mungkin.
Dia pun membandingkan dengan tragedi kemanusiaan Rohingya di Myanmar.
"Logika nya bagaimana bisa dibawa ke Sidang Mahkamah Internasional. Tahun 2019 saya mau menguji kasus yang sudah dinyatakan pelanggaran HAM berat bisa di bawa ke Mahkamah Internasional saja susah. Saat saya kesana itu ada kasus Rohingya Myanmar, itu saja kasus pelanggaran HAM yang sangat besar saja mekanismenya rumit di Mahkamah Internasional," tandasnya. [Democrazy/okz]