PERISTIWA

Fakta-Fakta Ketua Paguyuban Tunggal Rahayu, Dapat Gelar Akademik Lewat Mimpi hingga Ganti Lambang Negara

DEMOCRAZY.ID
Februari 09, 2021
0 Komentar
Beranda
PERISTIWA
Fakta-Fakta Ketua Paguyuban Tunggal Rahayu, Dapat Gelar Akademik Lewat Mimpi hingga Ganti Lambang Negara

Fakta-Fakta-Ketua-Paguyuban-Tunggal-Rahayu-Dapat-Gelar-Akademik-Lewat-Mimpi-hingga-Ganti-Lambang-Negara

DEMOCRAZY.ID - Ketua Paguyuban Tunggal Rahayu, Sutarman, terancam hukuman penjara sampai 16 tahun. 

Hal itu terungkap dalam persidangan perdana kasus penggunaan gelar palsu dan penipuan dengan terdakwa Sutarman yang merupakan Ketua Paguyuban Tunggal Rahayu, di Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut, Selasa 9 Februari 2021.


Sidang perdana kasus penggunaan gelar palsu dan penipuan yang dilakukan Sutarman itu sendiri digelar secara daring. 


Sutarman sendiri mengikuti persidangan dengan didampingi penasehat hukumnya, Sony Sonjaya di aula Kejari Garut di Jalan Merdeka, Tarogong Kidul. 


Dalam persidangan yang beragendakan pembacaan dakwaan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) menyebutkan terdakwa sudah melanggar dua pasal yang berbeda. 


Selain telah menggunakan gelar akademik palsu, terdakwa juga dinilai telah melakukan penipuan.


Kasi Pidum Kejari Garut, Ariyanto, menyebutkan dalam kasus penggunaan gelar palsu, terdakwa telah melanggar pasal 93 Jo pasal 28 ayat 7 Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. 


Adapun ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara serta denda maksimal Rp1 miliar.


"Selama ini terdakwa dinilai telah menggunakan sejumlah gelar palsu. Tanpa sungkan, terdakwa menggunakan sejumlah gelar akademik padahal sebelumnya ia tak pernah mengecap pendidikan di perguruan tinggi manapun," ujar Ariyanto seusai persidangan.


Dikatakannya, berdasarkan hasil penyelidikan, sejumlah gelar akademik yang digunakan terdakwa tak ada satupun yang merupakan hasil pendidikan formal yang diikutinya. 


Terdakwa mengaku menyandang gelar-gelar tersebut dari mimpi serta pendidikan alam yang dijalaninya.



Selain pasal tentang gelar palsu, tutur Ariyanto, terdakwa juga dijerat pasal 378 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang Penipuan. 


Atas pelanggaran hukum yang dilakukannya terhadap pasal tersebut, terdakwa terancam hukuman maksimal enam tahun.


Ariyanto menyampaikan, persidangan kedua dengan terdakwa Sutarman ini rencananya akan digelar kembali pada Selasa 16 Februari 2021 pekan depan.


Adapun agenda persidangan selanjutnya yakni pemeriksaan saksi.


Sementara itu kuasa hukum terdakwa Sutarman, Sony Sonjaya, menyatakan keberatan atas semua isi dakwaan yang dibacakan JPU dalam persidangan. 


Ia menilai isi dakwaan yang dibacakan oleh JPU terkait dua pasal yang dijeratkan terhadap kliennya yakni  93 Jo pasal 28 ayat 7 Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi sangat tidak tepat dikarenakan tak ada satupun universitas yang merasa dirugikan.


"Jelas kami sangat keberatan dengan penerapan pasal tersebut karena tidak ada salah satu universitas atau perguruan tinggi pun yang merasa dirugikan atau melaporkan hal itu. Menurut pengakuan klien kami, gelar itu didapatkannya di universitas alam terbuka," kata Sony.


Sedangkan terkait penerapan pasal 378 tentang Pencurian, tambah Sony, ini juga dianggapnya tak sesuai. 


Faktanya, dari sekian ribu anggota Paguyuban Tunggal Rahayu yang dipimpin kliennya, tidak ada yang merasa tertipu atau telah ditipu.


"Demikian pula halnya dengan penerapan pasal 55 yang dikaitkan dengan pasal 378 terkait keturut-sertaan yang dilakukan kliennya, itu juga dinilai tidak tepat. karena jika itu terbukti, maka hal ini membuktikan jika kliennya bukan pelaku utama dalam kasus tersebut. Sedangkan saat ini, kliennya merupakan pelaku tunggal dalam kasus tersebut," ucap Sony.


Sebagaimana diberitakan sebelumnya, warga Garut dibuat heboh dengan kemunculan sebuah organisasi yang menamakan Paguyuban Tunggal Rahayu yang berpusat di wilayah Kecamatan Caringin. organisasi yang dipimpin oleh seorang yang mengaku bernama Prof. Dr. Mister Sutarman. 


Keberadaan ormas ini mulai ramai dibicarakan karena dianggap nyaris sama dengan Kerajaan Sunda Empire dan melakukan kegiatan menyimpang dan menimbulkan keresahan masyarakat. 


Paguyuban ini kian menjadi sorotan publik manakala diketahui telah mengubah lambang Burung Garuda yang kepalanya menjadi menghadap ke depan.


Tak hanya itu, tulisan Bhinneka Tunggal Ika yang ada bagian bawah Burung Garuda juga bunyinya diubah. 


Yang lebih menghebohkan lagi, pengurus paguyuban ini juga telah memberikan harapan kepada para anggotanya bahwa mereka akan mendapatkan bantuan dana yang cukup besar dari Bank Swiss dan pengurus telah memungut uang iuran dari anggota.


Bahkan disebut-sebut jika internal di paguyuban itu telah mencetak dan menggunakan mata uang tersendiri dalam setiap transaksi jual beli yang dilakukan antar mereka. [Democrazy/pkry]

Penulis blog