Lloyd Austin merupakan pria kulit hitam pertama yang menduduki jabatan Menhan AS dan berkantor di Gedung Pentagon.
Jenderal bintang empat itu mengisi posisi yang krusial di bawah kabinet Presiden AS Joe Biden.
Natalius Pigai sengaja men-tag jenderal AS untuk mengingatkan bahwa otoritas Indonesia kerap berbuat rasisme kepada orang Papua.
“Soal rasisme terhadap orang Papua itu bukan baru. Tahun 1945, pada saat BPUPKI sidang, itu Muhammad Hatta menyampaikan pandangan antropologisnya,” ucap Natalius Pigai dalam acara talk show bertajuk “Ketika Pigai Bertikai” di iNews Room, Selasa (26/1).
Pigai mengatakan, secara antropologis, menurut pandangan Hatta, orang Papua berbeda DNA dengan orang Melayu.
Hal itu menjadi potensi akan terjadinya friksi kebangsaan pada masa yang akan datang. Atas dasar itu, Hatta menilai Papua belum layak menjadi bagian dari Indonesia.
“Dalam perjalanannya, tesis dan usulan Hatta ini terbukti. Tahun 1970-an, Ali Murtopo, dedengkot CSIS, menyatakan bahwa orang Papua kalau mau hidup, cari aja di Pasifik,” kata Pigai.
“Tahun 1980-an, Gubernur Jawa Tengah pernah mengusir orang Papua. Tapi karena Gubernur Papua hebat, dia bilang “Kalau kamu mengusir orang Papua, saya akan usir transmigrasi (di Papua)”. Akhirnya tidak jadi,” tambahnya.
Tahun 1995, kata Pigai, Gubernur DIY pernah mengusir orang Papua.
“Tahun 1996, Luhut mengatakan cari pulau sendiri di negara Pasifik,” imbuhnya.
“Tahun 1999, Hendropriyono pernah mengatakan 2 juta orang (Papua) pindahkan aja ke Manado,” sambungnya.
Menurut Pigai, dalam perjalanan historiografi Papua sudah terbiasa menjadi korban rasisme.
Parahnya, pandangan-pandangan rasisme dan Papua phobia dikeluarkan oleh para penguasa negeri ini.
Kendati demikian, Pigai menegaskan tetap berjuang untuk melawan rasisme di tanah air.
“Maka cara pandang kita, saya sebagai pimpinan civil society Indonesia adalah merubah mindset karakter berpikir rasis dan merubah sistem segregatif, diskriminatif, dan rasialistik,” ucapnya.
“Jadi, karena itulah ketika riak-riak publik menyerang, kita abaikan, karena orientiasi berpikir kita itu harus diperbaiki,” pungkas Natalius Pigai. [Democrazy/psid]