Demikian dikatakan pengamat politik Muslim Arbi dalam pernyataan kepada suaranasional, Sabtu (16/1/2021).
“Warga bisa sangat subjektif terhadap orang yang diduga ekstremis. Ukuran ekstremis dari kepolisian hanya dari kalangan Islam,” ungkapnya.
Kata Muslim, melibatkan warga untuk melaporkan terduga ekstremis justru mengecilkan peran kepolisian dan intelijen.
“Padahal intelijen dan kepolisian sudah digaji dari rakyat untuk mengatasi persoalan ektremis,” paparnya.
Muslim mengatakan, Perpres baru itu justru bisa dimanfaatkan untuk mempolisikan kelompok oposisi yang kritis kepada pemerintah.
“Belum ada Perpres saja banyak aktivis oposisi yang masuk penjara setelah dilaporkan ke polisi,” jelas Muslim.
Menurut Muslim, ada dugaan Presiden Jokowi ingin melakukan pembungkaman secara sistematis terhadap kelompok oposisi dengan mengeluarkan Perpres baru itu.
“Jokowi ingin pembangunan dan ekonomi terus berjalan tanpa direcoki kelompok oposisi,” ungkap Muslim.
Perpres Nomor 7 Tahun 2021 yang diteken Presiden Joko Widodo mengatur sejumlah program pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Salah satu program yang tercantum adalah melatih masyarakat untuk melaporkan terduga ekstremis ke polisi.
Pemerintah ingin meningkatkan efektivitas pelaporan masyarakat dalam menangkal ekstremisme.
“Pelatihan pemolisian masyarakat yang mendukung upaya pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah ke terorisme,” seperti dikutip dari Perpres 7 Tahun 2021. [Democrazy/suaranasional]